Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Silaturahmi Lebaran AHY, Pesan Rekonsiliasi dan Kolaborasi Bangsa

Kompas.com - 13/06/2019, 19:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SILATURAHMI Agus Harimurti Yudhoyono yang sedang berduka karena baru saja ditinggal wafat ibunya, Ani Yudhoyono, ke kediaman para presiden Republik Indonesia pada dua hari pertama Lebaran, memenuhi tajuk berita berbagai media online utama dan lini masa media-media sosial.

Safari Lebaran sosok yang biasa dipanggil AHY ini merebut atensi publik karena berturut-turut mengunjungi Presiden ketujuh RI Joko Widodo, Presiden ketiga RI BJ Habibie, dan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri pada hari pertama. Kunjungan berikutnya kepada Sinta Nuriyah Wahid, istri almarhum Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pada hari kedua.

Belum pernah tercatat sebelumnya silaturahmi Lebaran antarkeluarga presiden seperti dilakukan oleh AHY tahun ini. Pertanyaan pun mengemuka mengenai tujuan silaturahmi Lebaran yang dilakukan oleh AHY.

Semangat meneduhkan

Dalam konteks kultural, masyarakat Indonesia belajar solidaritas dan kesetiakawanan sosial dari bulan puasa.

Bagi masyarakat Indonesia, Lebaran identik dengan semangat kekeluargaan, ukhuwah, kebersamaan. Lebaran juga merekatkan hubungan yang mungkin kurang sempurna ataupun bahkan tak terjalin dengan baik sebelumnya serta momentum memulai hubungan baru dalam keadaan suci, dengan saling memaafkan segala kesalahan sebelumnya.

Denton dan Woodward (1990) menyampaikan bahwa faktor penting yang menjadikan komunikasi bersifat politis adalah isi dan tujuannya.

AHY mengambil momentum semangat Lebaran ini secara sadar untuk membangun relasi antarkeluarga para presiden Indonesia dan sebagai bentuk komunikasi politik kepada publik.

Pemakaman Ani Yudhoyono, ibunda dari AHY, dihadiri hampir semua para presiden Republik Indonesia yang masih hidup (Habibie, Megawati, dan Jokowi yang masih aktif sebagai presiden saat ini), dan perwakilan dari presiden Republik Indonesia yang telah meninggal (keluarga almarhum Gus Dur), menjadi pemicunya.

AHY pun memiliki alasan yang sangat kuat untuk melakukan kunjungan balasan kepada mereka sebagai bentuk sopan santun kenegarawanan.

Langkah AHY ini terbilang berani dan merupakan terobosan luar biasa dalam kancah perpolitikan Indonesia.

Pelajaran pertama dan terutama adalah AHY ingin menyampaikan kepada publik bahwa para elite politik, apalagi keluarga para presiden yang pernah memimpin Indonesia atau menggunakan istilah anak "zaman now" adalah "core of the core" alias inti dari segala inti dari kekuatan-kekuatan politik era terkini, memang memiliki perbedaan pandangan dalam mengelola bangsa ini di tiap eranya.

Namun, perbedaan itu tidak harus selalu dalam posisi berhadap-hadapan dan bermusuhan setiap saat.

Ada kalanya seseorang harus mengambil jarak dari perbedaan pandangan dan sikap dalam berpolitik untuk tetap dapat bersilaturahmi dan menjalin komunikasi dengan baik di kehidupan sehari-hari.

Dalam politik kita berseteru, tetapi bukan berarti mesti kehilangan keadaban dan kesantunan dalam pergaulan sehari-hari. Ada nilai-nilai kesantunan, kesopanan, dan etika pergaulan yang mesti kita jaga bersama. Semangat meneduhkan, memberikan keteduhan untuk bangsa ini yang coba diusung oleh AHY melalui silaturahmi Lebaran.

Keberanian memulai rekonsiliasi

Kegaduhan politik luar biasa dan polarisasi yang semakin mengental sejak 2014 membutuhkan terobosan agar masyarakat kita tidak semakin sakit.

"Pertempuran" politik tidak lagi sekadar di ruang publik, tetapi juga memenuhi ruang privat. Segala sesuatu dipersonifikasi. Bukan lagi polarisasi antara kelompok kami dan kelompok mereka, melainkan antara Anda dan saya.

Keluarga terpecah, pasangan berpisah, persahabatan puluhan tahun lenyap tak berbekas, dan grup obrolan keluarga pun banyak yang tercerai-berai gara-gara beda pilihan politik.

Kondisi ini diperparah oleh sikap elite politik. Bukannya berusaha mengambil peran untuk menenangkan, elite politik dari berbagai kubu malah sibuk menyiram "bensin" ke publik untuk menjaga tensi tetap tinggi. Seakan ego yang lebih mengedepan daripada persatuan-kesatuan bangsa dan semangat keadilan untuk seluruh masyarakat.

Tidak sedikit elite politik yang gelisah. Namun, hampir tidak ada yang berani mengambil terobosan. Khawatir jika menjadi penengah malah dianggap bersikap mendua.

Padahal, politik bukan dunia hitam dan putih. Selalu ada jalan untuk berkompromi dan berdialog, selalu ada ruang untuk konsesus, selama dalam kerangka untuk kepentingan yang lebih luas dan lebih besar: kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara, seperti yang pernah disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono (2011).

Di sinilah AHY berani tampil ke depan, mengambil peran berusaha mendinginkan suasana. AHY berani mengambil risiko kemungkinan penolakan untuk ditemui oleh para tokoh bangsa dan atau keluarga yang pernah memimpin bangsa ini, demi memberikan contoh nyata, menjalin silaturahmi dan mencoba berkomunikasi, dengan elemen-elemen bangsa yang berbeda pandangan. Bukannya malah menutup ruang dialog demi elektabilitas semata.

AHY menunjukkan kebesaran hati, menjalin silaturahmi dengan tokoh-tokoh bangsa yang sedang dan pernah menjabat sebagai presiden di Indonesia, meskipun ada di antara tokoh-tokoh itu, pernah punya rivalitas yang sangat tajam dengan sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 RI.

Bahkan, ada di antara tokoh-tokoh itu yang pendukungnya begitu sengit mencerca dan menyerang AHY ketika berkontestasi di Pilkada Jakarta 2017. AHY mencoba meredam segala perbedaan dan rivalitas yang pernah ada.

Pesan sangat keras yang coba disampaikan AHY adalah rekonsiliasi harus dimulai. Keberhasilan rekonsiliasi memang ditentukan oleh pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan, sebelum bisa memaafkan.

Namun, jika jalur komunikasi tidak dibuka, dialog tidak dimulai, silaturahmi tidak coba dijalin, pintu menuju rekonsiliasi tidak akan terbuka.

Lalu, siapa yang harus memulai? Mengutip Aa Gym, AHY memulainya dari diri sendiri. Tidak meminta pihak lain melakukan rekonsiliasi, tetapi langsung menunjukkan teladan dengan mencoba merajut ukhuwah dengan berbagai pihak yang sebelumnya berseberangan dalam posisi politik, baik dengan SBY maupun dengan AHY sendiri. Tidak nanti, tapi sekarang. Di saat momentum Lebaran membuka jalan.

Jika para pemimpin politik tidak menunjukkan teladan, selama itu pula masyarakat di akar rumput akan terus terbelah, dan polarisasi bakal terus meruncing. Di sinilah AHY berani mengambil sikap, memulai rekonsiliasi. Suatu teladan yang patut kita apresiasi.

Kolaborasi substantif, bukan koalisi

Silaturahmi yang dilakukan AHY ke para tokoh bangsa yang sedang maupun pernah menjabat sebagai presiden menumbuhkan harapan baru untuk kita.

Selama ini, belum pernah ada inisiatif untuk merangkaikan seluruh tokoh bangsa yang pernah menjadi presiden dalam satu jalinan hubungan positif.

Padahal, jika kolaborasi antarmereka dan keluarga besar mereka terjalin, tidak terbayangkan ada energi luar biasa yang bakal bermanfaat untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara kita.

Setiap presiden yang pernah memimpin negeri ini telah dianugerahi kesempatan untuk menghadapi berbagai permasalahan super kompleks di eranya.

Pengalaman mereka berhadapan dengan situasi sulit dan memengaruhi hajat hidup orang banyak merupakan laboratorium politik yang luar biasa untuk bangsa ini.

Bukan sekadar pengetahuan dan pemahaman, melainkan juga sikap mental dalam mengelola berbagai permasalahan bangsa yang dapat dipelajari publik.

Jika kolaborasi antara presiden yang sedang menjabat, maupun para tokoh bangsa yang pernah menjabat dapat terjalin secara positif, tentunya siapa pun presiden yang sedang menjabat tidak perlu mengalami masa trial and error terlalu lama. Bahkan, bisa menghasilkan keputusan dengan kualitas first time right, tepat pada kesempatan pertama.

Presiden petahana tentunya yang bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil, baik dan buruknya. Akan tetapi, mendapatkan masukan dari berbagai pihak yang pernah berada di posisi yang sama, membuat kualitas keputusan yang diambil bisa saja melampaui apa yang diharapkan publik kepada seorang presiden.

Inilah yang kita sebut sebagai kolaborasi substantif, berbagi peran untuk hal-hal substantif, bukan sekadar berbicara koalisi dalam konteks berbagi posisi saja.

Inisiatif untuk kolaborasi konstruktif dan substantif ini telah dimulai AHY dan keluarga Yudhoyono. Tinggal bagaimana para presiden dan keluarga presiden lain meresposnnya. Apakah hanya akan berhenti di Lebaran kali ini saja ataukah berlanjut ke depannya.

Merajut ukhuwah

Semua komunikasi politik ditujukan untuk menimbulkan pengaruh terhadap penerima pesan (Brian McNair, 2011). Begitu juga komunikasi politik yang dilakukan AHY dengan silaturahmi Lebaran.

AHY berharap dengan silaturahmi Lebaran yang dilakukannya, baik elite politik maupun masyarakat akar rumput terinspirasi untuk ikut menurunkan tensi politik yang ada. Dan, memulai komunikasi dan menjalin silaturahmi dengan pihak yang berbeda pendapat.

Elite politik yang sedang berkuasa sebaiknya memberikan teladan dengan tidak begitu mudahnya menuduh pihak berseberangan berencana makar. Seakan-akan makar ini jajanan pasar, begitu mudah didapat dan dilakukan.

Sebaliknya, elite politik yang sedang tidak berkuasa sebaiknya menahan diri untuk tidak begitu mudahnya menuduh yang berkuasa sedang menggadaikan negara ini kepada negara lain dan bakal membawa Indonesia menuju kehancuran.

Masyarakat pun sebaiknya tidak membawa konflik dalam kontestasi politik ke kehidupan sehari-hari. Ada yang merasakan aroma kecurangan yang kental, ataupun ketidakadilan perlakuan terhadap kubu-kubu tertentu. Tetapi, bukan berarti itu alasan untuk berbuat rusuh.

Ada jalur yang bisa digunakan dan ada mekanisme yang tersedia untuk menindaklanjutinya. Mari digunakan untuk menjadi contoh bagi pihak berseberangan agar dewasa dalam menyikapi perbedaan.

Begitu juga sebaliknya. Jika merasa ada elemen masyarakat yang mencoba menyampaikan aspirasi yang berbeda dari pandangan pemerintah, sangatlah tidak pantas jika mereka dianggap sebagai lawan sehingga pantas dikasari ataupun mendapatkan perlakuan tidak adil oleh aparat yang berwenang.

Jika kita merasa sebagai kaum paling toleran, apakah pantas kita bersikap intoleran dengan tidak bisa menerima perbedaan pandangan dari pihak yang berseberangan?

Saatnya kita merajut ukhuwah, untuk bangsa ini. Jika terus berkonflik, dan memasang posisi bermusuhan, kapan kita dapat melangkah maju, jauh lebih cepat, menuju Indonesia Emas 2045?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com