JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengungkapkan, masih ada paradigma lama yang melekat pada penyelenggara negara dalam mengurus laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
"Terlihat sekarang dalam beberapa pemberitaan, KPK seperti meminta kepada penyelenggara negara ayo dong lapor LHKPN kepada kita. Nah ini kan sebenernya paradigma yang salah seharusnya setiap penyelenggara negara yang mana dia bertindak berdasarkan undang-undang dan LHKPN sudah diatur di undang-undang seharusnya itu dijadikan kewajiban hukum," kata Kurnia di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (14/4/2019).
Menurut dia, penyelenggara negara sudah sepatutnya patuh dan aktif dalam melaporkan harta kekayaannya. Sebab, pelaporan kekayaan merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara ke publik.
Baca juga: Ketua DPRD DKI: Dibilang Tak Satu Pun Laporkan LHKPN? Itu Tak Benar!
Kurnia menegaskan, kewajiban pelaporan harta kekayaan merupakan amanat Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Selain itu, landasan pelaporan LHKPN juga sudah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016.
"Akan tetapi ada persoalan penting sebenernya sudah menjadi legal culture di indonesia bahwa setiap orang akan tunduk pada satu peraturan jika peraturan itu mengatur lebih jauh tentang sanksi yang tegas," kata dia.
Kurnia belum melihat adanya sanksi tegas bagi penyelenggara negara yang tak mengurus LHKPN. Menurut dia, sanksi yang ada saat ini masih bersifat administratif.
Dari sanksi administratif, Kurnia berharap pimpinan berbagai instansi bertindak tegas, seperti menunda setoran gaji, promosi jabatan hingga pemecatan.
Di sisi lain, Kurnia menyoroti perlunya aturan lebih lanjut soal sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang tak bisa mempertanggungjawabkan hasil kekayaannya. Hal itu bisa dilakukan lewat kerja sama antara pemerintah pusat dan DPR.
Menurut Kurnia, diskursus sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang tidak jujur dalam pelaporan kekayaannya sudah muncul sejak keberadaan United Nations Convention Against Corruption tahun 2003.
Baca juga: ICW Tekankan Pentingnya Sanksi Tegas bagi Penyelenggara Negara yang Tak Urus LHKPN
"Itu sebenernya sudah mengatur tentang pemidanaan yang dengan isilah hukum disebut illicit enrichment, ada peningkatan harta kekayaan tidak wajar, maka harus bisa dibuktikan oleh penyelenggara negara. Jika tidak bisa dibuktikan, maka harta itu bisa dirampas oleh negara," katanya.
"Misalnya ada peningkatan laporan kekayaan yang signifikan dan mencurigakan, maka penegak hukum bisa menyeret orang itu ke persidangan untuk membuktikan apakah peningkatan harta kekayaan itu diperoleh secara sah atau tidak. Ini menjadi perdebatan panjang terkait tidak adanya sanksi tegas yang diatur negara," kata dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.