Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Caleg: Sekjen PBB Buka-bukaan soal Tarif Jual Beli Suara di Dapilnya

Kompas.com - 13/04/2019, 18:00 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor bukan orang baru dalam dunia politik.

Ia telah berada di bawah naungan PBB sejak partai tersebut berdiri pada tahun 1998. Kini, Afriansyah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PBB.

Pemilu kali ini pun menjadi kali keempat baginya maju sebagai caleg dari PBB.

Baca juga: Cerita Caleg: Greget dengan Kualitas Anggota DPR, Yurgen Banting Stir dari Jurnalis Jadi Caleg

Kali ini, ia maju di daerah pemilihan Sumatera Selatan I, yang meliputi Kota Palembang, Musi Rawas, Muratara, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Lubuk Linggau.

Ini yang ia lakukan selama kampanye

Afriansyah memilih metode kampanye dengan turun langsung ke lapangan. Ia sekaligus melakukan berbagai kegiatan dan menyampaikan program partainya.

"Utamanya bergerak ke bawah, ke masyarakat, pertama menyosialisasikan diri kita, sekaligus menyampaikan program PBB yang sifatnya kemasyarakatan, seperti bakti sosial," ujar dia saat diwawancarai oleh Kompas.com, Jumat (12/4/2019).

Baca juga: Cerita Caleg: Dian Fatwa Pening Saat Ongkos Politik Membengkak...

"Turun langsung ke masyarakat, bertatap muka dengan masyarakat, mengadakan pengobatan gratis di dapil saya, memberikan penyuluhan mengenai pendidikan, kesehatan," sambung dia.

Dalam pencalonannya kali ini, ia pun menggunakan "aset" PBB di dapilnya, seperti kader partai di DPRD tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Ia juga berkampanye bersama caleg lainnya.

Berapa biaya yang sudah ia keluarkan?

Bukan pertama kali maju sebagai caleg, Afriansyah pun mengaku sudah memiliki strategi khusus perihal biaya kampanye.

Baca juga: Cerita Caleg: Dijuluki Pembawa Hujan, Daniel Johan Sampai Diminta Padamkan Kebakaran Hutan

Ia mengaku tidak ingin mengeluarkan uang secara berlebihan pada Pemilu 2019 ini. Menurutnya, ketika ia mengeluarkan jumlah yang besar untuk dana kampanye, belum tentu rakyat akan memilihnya.

"Saya tahun ini lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya karena sudah punya pengalaman, jadi saya tidak mau jor-joran. Ternyata setelah jor-joran masyarakat enggak milih," ungkapnya.

Strategi yang ia terapkan untuk menghemat biaya kampanye adalah dengan mendengarkan kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Cerita Caleg: Dian Fatwa Perjuangkan Rp 2 Triliun untuk Partai Politik Per Tahun

Dengan begitu, kampanye yang ia lakukan akan efektif dan tepat sasaran.

Total yang telah ia keluarkan untuk mendanai kampanyenya adalah sekitar Rp 500 juta. Jumlah tersebut berasal dari kantong pribadinya.

"Untuk konsolidasi, pertemuan, rapat-rapat. Enggak sampai Rp 500 juta," ungkap dia.

Baca juga: Cerita Caleg: Vasco Ruseimy, Antara Passion dengan Realita Biaya Kampanye Mahal

Beberapa temannya dikatakan turut membantu, misalnya dengan mencetak alat peraga kampanye (APK) hingga membelikan tiket pesawat dari tempat tinggalnya di Jakarta untuk menuju dapilnya.

Untuk menghemat biaya tersebut, kampanye bersama caleg lainnya hingga media sosial digunakan sebagai alternatif.

Dimintai uang oleh konstituen secara terang-terangan

Salah satu kenangan yang ia miliki selama berkampanye yaitu ketika ada orang yang menyeletuk dan meminta uang jika ingin dipilih.

"Ketika saya lagi sosialisasi, memperkenalkan diri, tiba-tiba ada yang nyeletuk, 'Bapak mau kita pilih, berapa mau kasih uang ke kita', saya sih ketawa saja, itu terang-terangan," tutur Afriansyah.

Baca juga: Cerita Caleg: Dian Fatwa, Wasiat dari Ayah Menuju ke Senayan...

Menurutnya, praktik-praktik jual beli suara tersebut memang benar terjadi di lapangan.

Bahkan, ia mengungkapkan informasi yang ia terima perihal tarif praktik jual beli suara tersebut di dapilnya.

"Kalau mau tahu ini, 1 suara untuk kabupatem/kota itu bisa Rp 250.000. Mereka butuh 3.000 suara, kali sekian ratus ribu sudah Rp 600 juta untuk menjadi anggota DPRD kabupaten/kota," terang dia.

Baca juga: Cerita Caleg: Sarifuddin Sudding, dari Advokat Menuju ke Senayan

"Untuk menjadi anggota DPRD provinsi, nilainya Rp 100.000 per provinsi, tapi dibutuhkan 15.000 suara. Untuk DPR RI, itu mereka minta Rp 25.000-30.000 per kepala, tapi dibutuhkan 100.000-an suara," lanjutnya.

Menurutnya, hal-hal tersebut yang harus diperbaiki. Selama berkampanye, ia mengaku sekaligus memberikan pendidikan politik bahwa memilih seorang caleg bukan berdasarkan uang. Melainkan, kinerja caleg tersebut dan bagaimana orang itu dapat merepresentasikan dapilnya.

Kompas TV Untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan berintegritas Komisi Pemilihan Umum KPU dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK akan bersama-sama mengumumkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara LHKPN para Calon Legislatif. LHKPN dari para Calon Legislatif Pemilu 2019 rencananya akan diumumkan kepada masyarakat sebelum hari pemungutan suara 17 April 2019. #LKHPN #KPK #KPU
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com