"Karena error yang diperhitungkan beda-beda, sumber error yang diabaikan juga beda-beda," ucap Yahya, masih di saat yang sama.
Ia menerangkan, sumber error dalam sebuah survei terdiri dari sampling error dan non-sampling error.
Baca juga: Jubir BPN Prabowo-Sandiaga: Lembaga Survei Sering Error
Margin of error yang dicantumkan dalam hasil survei tersebut, kata Yahya, biasanya tidak mencakup keseluruhan error yang mungkin terjadi saat melakukan survei.
Sementara, non-sampling error, di antaranya adalah specification error, measurement error, non-respond error, dan data processing error.
Menurut dia, dalam setiap survei, faktor error yang memengaruhi akan berbeda-beda.
"Di setiap survei, dari kelima hal ini mana yang paling dominan memengaruhi hasilnya itu beda-beda. Maka, itu yang harusnya dikontrol oleh yang bersangkutan," ungkap Yahya.
Pengamat Politik
Pengamat politik Adi Prayitno mengaku senang dengan hasil survei yang berbeda-beda dari berbagai lembaga.
Baca juga: Pengamat Politik Mengaku Senang Lihat Hasil Survei yang Berbeda-beda
Adi mengatakan hasil survei yang berbeda-beda akan membuat orang semakin tertarik dengan ilmu politik.
"(Saya) sebagai pengajar, agak senang kalau banyak survei yang berbeda-beda, karena akan semakin membuat orang tertarik dengan ilmu politik," ungkap Adi di acara tersebut.
Oleh karena itu, ia menilai lembaga survei tidak perlu dihakimi karena merilis hasil survei yang berbeda.
Baca juga: Pengamat: Lembaga Survei Tak Perlu Dihakimi karena Hasil yang Berbeda
Ia berpendapat, setiap lembaga yang melakukan dan merilis surveinya telah mempertaruhkan nama baik atau kredibilitasnya.
"Publik tidak perlu harus menghakimi lembaga survei, yang tidak kredibel, pesanan atau apapun. Karena survei ini adalah metodologi yang cukup rumit dan tentu semua lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya," tutur Adi.