Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Survei Berbeda-beda, Apa Kata Mereka?

Kompas.com - 27/03/2019, 09:15 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Rabu (20/3/2019) kemarin, Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei elektabilitas kedua pasangan calon.

Dalam survei Litbang Kompas pada 22 Februari-5 Maret 2019, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 49,2 persen.

Di sisi lain, Prabowo-Sandi memperoleh 37,4 persen responden. Adapun, 13,4 persen responden menyatakan rahasia.

Baca juga: 7 Fakta Hasil Survei Litbang Kompas, Unggul di Wilayah Basis hingga Soal Militansi Pendukung

Angka tersebut cenderung berbeda dengan hasil survei lembaga lain. Tak hanya Litbang Kompas, hasil survei yang dirilis antarlembaga lainnya juga menunjukkan jumlah berbeda-beda.

Misalnya, hasil survei Charta Politika pada 1-9 Maret 2019, yang menunjukkan Jokowi-Ma'ruf Amin dipilih 53,6 persen responden.

Sementara responden yang memilih Prabowo-Sandi sebesar 35,4 persen. Sisanya, sebanyak 11 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Baca juga: TKD Jabar: Hasil Survei Litbang Kompas Jadi Cambuk bagi Timses Jokowi-Maruf

Lalu, apa kata para lembaga survei hingga pakar?

Litbang Kompas

Peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas mengungkapkan, pihaknya cukup terkejut dengan hasil tersebut.

"Sebetulnya kami sendiri juga cukup surprise ketika melihat hasil yang semacam itu," kata Toto saat acara diskusi bertajuk "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?", di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Baca juga: Litbang Kompas Tegaskan Hasil Surveinya Tak Terpengaruh Pilihan Politik Ke Paslon Tertentu

Acara diskusi bertajuk Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?, di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).KOMPAS.com/Devina Halim Acara diskusi bertajuk Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?, di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Namun, menurutnya, hasil survei tersebut sebenarnya tak jauh berbeda dengan survei lembaga lainnya.

Alasannya, hasil survei Litbang Kompas masih masuk dalam rentang margin of error dari lembaga lain.

"Kalau dilihat dari sisi statistik, angka kami sebetulnya masih masuk di dalam rentang margin of error dari lembaga-lembaga survei yang lain," ujarnya.

Baca juga: Peneliti Litbang Kompas: Hasil Survei Masih dalam Rentang Margin of Error Lembaga Lain

Dengan menggunakan contoh di atas, survei Litbang Kompas memiliki margin of error +/- 2,2 persen. Sementara, Survei Charta Politika memiliki margin of error +/- 2,19 persen.

Jika dihitung dengan margin of error, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dari hasil survei Litbang Kompas menjadi 51,4 persen. Sementara, dengan margin of error, hasil elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dari Charta Politika menjadi 51,41 persen.

LSI Denny JA

Menurut peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman, situasi politik elektoral sangatlah dinamis. Hal itu yang dinilainya menjadi salah satu faktor yang membuat hasil survei setiap lembaga berbeda-beda.

Baca juga: Peneliti LSI Denny JA: Dinamika Politik hingga Error Jadi Penyebab Hasil Survei Berbeda-beda

Oleh karena itu, Ikrama berpandangan bahwa hasil tersebut hanya relevan di kala survei dilakukan.

"(Survei) dibaca jika survei dilakukan bulan Maret, maka datanya hanya berlaku pada bulan Maret," tutur Ikram dalam acara yang sama.

Faktor berikutnya adalah metode penarikan sampel, yang termasuk dalam kategori sampling error. Jika metode yang digunakan tidak tepat, Ikram mengatakan hasilnya juga akan terpengaruh menjadi tidak benar.

Baca juga: Fahri Hamzah Anggap Penelitian LSI Denny JA Berpotensi Adu Domba

Jenis error lain yang berpengaruh terhadap hasil survei adalah non-sampling error. Faktor itu mencakup hal-hal yang memengaruhi responden di lapangan, misalnya pertanyaan yang diajukan.

Ikram mengambil contoh misalnya jawaban responden ditutupi karena merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan.

Alvara Research Center

Hampir serupa dengan pandangan peneliti LSI Denny JA, Founder dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait hasil survei yang berbeda-beda adalah rentang waktu pelaksanaannya.

Baca juga: 3 Faktor Ini Dinilai Jadi Penyebab Hasil Survei Tiap Lembaga Berbeda

"Pertama adalah momentum pelaksanaan hasil survei. Jadi survei bulan Januari hasilnya pasti beda dengan bulan Februari, Maret, dan lain-lain," kata Hasanuddin di kesempatan yang sama.

Kemudian, metode pengambilan sampel juga akan menentukan hasil survei tersebut.

Aspek ketiga yang memengaruhi adalah bentuk pertanyaan yang diajukan lembaga survei kepada respondennya.

Pakar Statistik

Pakar Psikometri, Riset, dan Statistik Yahya Umar berpandangan bahwa setiap survei memang akan memperoleh hasil yang berbeda-beda.

Baca juga: Hasil Survei Harus Berbeda Satu Sama Lain, Menurut Pakar Ini Sebabnya

Yahya mengatakan, perbedaan hasil survei tersebut disebabkan karena faktor error yang diperhitungkan setiap lembaga berbeda-beda.

"Karena error yang diperhitungkan beda-beda, sumber error yang diabaikan juga beda-beda," ucap Yahya, masih di saat yang sama.

Ia menerangkan, sumber error dalam sebuah survei terdiri dari sampling error dan non-sampling error.

Pakar Psikometri, Riset, dan Statistik, Yahya Umar, saat acara diskusi bertajuk Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?, di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).KOMPAS.com/Devina Halim Pakar Psikometri, Riset, dan Statistik, Yahya Umar, saat acara diskusi bertajuk Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?, di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Baca juga: Jubir BPN Prabowo-Sandiaga: Lembaga Survei Sering Error

Margin of error yang dicantumkan dalam hasil survei tersebut, kata Yahya, biasanya tidak mencakup keseluruhan error yang mungkin terjadi saat melakukan survei.

Sementara, non-sampling error, di antaranya adalah specification error, measurement error, non-respond error, dan data processing error.

Menurut dia, dalam setiap survei, faktor error yang memengaruhi akan berbeda-beda.

"Di setiap survei, dari kelima hal ini mana yang paling dominan memengaruhi hasilnya itu beda-beda. Maka, itu yang harusnya dikontrol oleh yang bersangkutan," ungkap Yahya.

Pengamat Politik

Pengamat politik Adi Prayitno mengaku senang dengan hasil survei yang berbeda-beda dari berbagai lembaga.

Baca juga: Pengamat Politik Mengaku Senang Lihat Hasil Survei yang Berbeda-beda

Adi mengatakan hasil survei yang berbeda-beda akan membuat orang semakin tertarik dengan ilmu politik.

"(Saya) sebagai pengajar, agak senang kalau banyak survei yang berbeda-beda, karena akan semakin membuat orang tertarik dengan ilmu politik," ungkap Adi di acara tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai lembaga survei tidak perlu dihakimi karena merilis hasil survei yang berbeda.

Baca juga: Pengamat: Lembaga Survei Tak Perlu Dihakimi karena Hasil yang Berbeda

Ia berpendapat, setiap lembaga yang melakukan dan merilis surveinya telah mempertaruhkan nama baik atau kredibilitasnya.

"Publik tidak perlu harus menghakimi lembaga survei, yang tidak kredibel, pesanan atau apapun. Karena survei ini adalah metodologi yang cukup rumit dan tentu semua lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya," tutur Adi.

Kompas TV Ada sejumlah hal menarik dari hasil survei Litbang Kompas terkait elektabilitas partai politik. KompasTV akan membahas hal tersebut bersama bersama manajer Litbang Kompas Toto Suryaningtyas dan peneliti CSIS Arya Fernandes. #LitbangKompas #PartaiPolitik #Pilpres2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com