Salin Artikel

Hasil Survei Berbeda-beda, Apa Kata Mereka?

Dalam survei Litbang Kompas pada 22 Februari-5 Maret 2019, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 49,2 persen.

Di sisi lain, Prabowo-Sandi memperoleh 37,4 persen responden. Adapun, 13,4 persen responden menyatakan rahasia.

Angka tersebut cenderung berbeda dengan hasil survei lembaga lain. Tak hanya Litbang Kompas, hasil survei yang dirilis antarlembaga lainnya juga menunjukkan jumlah berbeda-beda.

Misalnya, hasil survei Charta Politika pada 1-9 Maret 2019, yang menunjukkan Jokowi-Ma'ruf Amin dipilih 53,6 persen responden.

Sementara responden yang memilih Prabowo-Sandi sebesar 35,4 persen. Sisanya, sebanyak 11 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Lalu, apa kata para lembaga survei hingga pakar?

Litbang Kompas

Peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas mengungkapkan, pihaknya cukup terkejut dengan hasil tersebut.

"Sebetulnya kami sendiri juga cukup surprise ketika melihat hasil yang semacam itu," kata Toto saat acara diskusi bertajuk "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?", di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Namun, menurutnya, hasil survei tersebut sebenarnya tak jauh berbeda dengan survei lembaga lainnya.

Alasannya, hasil survei Litbang Kompas masih masuk dalam rentang margin of error dari lembaga lain.

"Kalau dilihat dari sisi statistik, angka kami sebetulnya masih masuk di dalam rentang margin of error dari lembaga-lembaga survei yang lain," ujarnya.

Dengan menggunakan contoh di atas, survei Litbang Kompas memiliki margin of error +/- 2,2 persen. Sementara, Survei Charta Politika memiliki margin of error +/- 2,19 persen.

Jika dihitung dengan margin of error, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dari hasil survei Litbang Kompas menjadi 51,4 persen. Sementara, dengan margin of error, hasil elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dari Charta Politika menjadi 51,41 persen.

LSI Denny JA

Menurut peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman, situasi politik elektoral sangatlah dinamis. Hal itu yang dinilainya menjadi salah satu faktor yang membuat hasil survei setiap lembaga berbeda-beda.

Oleh karena itu, Ikrama berpandangan bahwa hasil tersebut hanya relevan di kala survei dilakukan.

"(Survei) dibaca jika survei dilakukan bulan Maret, maka datanya hanya berlaku pada bulan Maret," tutur Ikram dalam acara yang sama.

Faktor berikutnya adalah metode penarikan sampel, yang termasuk dalam kategori sampling error. Jika metode yang digunakan tidak tepat, Ikram mengatakan hasilnya juga akan terpengaruh menjadi tidak benar.

Ikram mengambil contoh misalnya jawaban responden ditutupi karena merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan.

Alvara Research Center

Hampir serupa dengan pandangan peneliti LSI Denny JA, Founder dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait hasil survei yang berbeda-beda adalah rentang waktu pelaksanaannya.

"Pertama adalah momentum pelaksanaan hasil survei. Jadi survei bulan Januari hasilnya pasti beda dengan bulan Februari, Maret, dan lain-lain," kata Hasanuddin di kesempatan yang sama.

Kemudian, metode pengambilan sampel juga akan menentukan hasil survei tersebut.

Aspek ketiga yang memengaruhi adalah bentuk pertanyaan yang diajukan lembaga survei kepada respondennya.

Pakar Statistik

Pakar Psikometri, Riset, dan Statistik Yahya Umar berpandangan bahwa setiap survei memang akan memperoleh hasil yang berbeda-beda.

Yahya mengatakan, perbedaan hasil survei tersebut disebabkan karena faktor error yang diperhitungkan setiap lembaga berbeda-beda.

"Karena error yang diperhitungkan beda-beda, sumber error yang diabaikan juga beda-beda," ucap Yahya, masih di saat yang sama.

Ia menerangkan, sumber error dalam sebuah survei terdiri dari sampling error dan non-sampling error.

Margin of error yang dicantumkan dalam hasil survei tersebut, kata Yahya, biasanya tidak mencakup keseluruhan error yang mungkin terjadi saat melakukan survei.

Sementara, non-sampling error, di antaranya adalah specification error, measurement error, non-respond error, dan data processing error.

Menurut dia, dalam setiap survei, faktor error yang memengaruhi akan berbeda-beda.

"Di setiap survei, dari kelima hal ini mana yang paling dominan memengaruhi hasilnya itu beda-beda. Maka, itu yang harusnya dikontrol oleh yang bersangkutan," ungkap Yahya.

Pengamat Politik

Pengamat politik Adi Prayitno mengaku senang dengan hasil survei yang berbeda-beda dari berbagai lembaga.

Adi mengatakan hasil survei yang berbeda-beda akan membuat orang semakin tertarik dengan ilmu politik.

"(Saya) sebagai pengajar, agak senang kalau banyak survei yang berbeda-beda, karena akan semakin membuat orang tertarik dengan ilmu politik," ungkap Adi di acara tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai lembaga survei tidak perlu dihakimi karena merilis hasil survei yang berbeda.

Ia berpendapat, setiap lembaga yang melakukan dan merilis surveinya telah mempertaruhkan nama baik atau kredibilitasnya.

"Publik tidak perlu harus menghakimi lembaga survei, yang tidak kredibel, pesanan atau apapun. Karena survei ini adalah metodologi yang cukup rumit dan tentu semua lembaga survei mempertaruhkan kredibilitasnya," tutur Adi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/03/27/09152111/hasil-survei-berbeda-beda-apa-kata-mereka

Terkini Lainnya

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke