Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik WNA Masuk DPT dan Ketegangan KPU-Dukcapil

Kompas.com - 06/03/2019, 06:51 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

Zudan mengungkap, Dukcapil sudah lima kali meminta DPT hasil perbaikan (DPThp) dan tindak lanjut analisis 31 juta data yang ada dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4), tetapi, KPU tak kunjung juga memberikan.

"Ada apa ya dengan KPU? Oleh karena sesuai dengan prinsip resiprositas tadi maka sebaiknya ada hubungan timbal balik kita bertukar data. Jangan hanya Kemendagri saja dimintai data," kata dia.

Baca juga: Bawaslu Minta KPU dan Dukcapil Tak Saling Menyalahkan soal WNA yang Masuk DPT

Atas langkah Dukcapil itu, KPU semula bersikeras untuk meminta Dukcapil memberikan data utuh 1.680 WNA pemilik e-KTP. KPU baru akan mengambil langkah usai Dukcapil memberikan data lengkap.

"Kami masih menunggu data dari Dukcapil secara lengkap. KPU tidak ingin menyelesaikan masalah secara parsial dan setengah-setengah," kata Komisioner KPU Viryan Azis saat dihubungi, Senin (4/3/2019).

Viryan mengatakan, pihaknya ingin melakukan pengecekan DPT secara mandiri, bukan berdasar data Dukcapil. Ia menjamin bahwa KPU akan tetap menjaga data pribadi WNA.

KPU Tindaklanjuti Data Dukcapil

Atas ketegangan yang terjadi, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin meminta KPU fokus membersihkan data WNA yang masuk DPT.

Menurut Afif, bukan saatnya untuk saling melempar tuduhan pihak mana yang paling bersalah dalam persoalan ini. Sebab, perlindungan data pemilih menjadi jauh lebih penting.

"Menurut saya, posisi kita tidak untuk melempar siapa yang paling bersalah, tetapi mumpung ada waktu untuk dibersihkan ya kita bersihkan dan itu menjadi kesepakatan forum (antara KPU, Bawaslu, dan Dukcapil Kemendagri) kemarin," kata Afif saat ditemui di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).

Komisioner Bawaslu Mochammad AfifuddinKOMPAS.com/Fitria Chusna Farisa Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin
Baca juga: KPU Harus Memastikan 103 WNA Pemilik E-KTP Sudah Dicoret dari DPT

Afif menambahkan, yang paling prinsip, KPU dan Dukcapil harus sama-sama menurunkan tensi dan tidak lagi menciptakan suasana tegang. Justru KPU dan Dukcapil harus bersinergi untuk menyelematkan hak pilih warga negara.

"Paling prinsip hubungan KPU dan Dukcapil agak tegang dan renggang membuat suasana begini. Misalnya, cara KPU menerima DP4 (Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu) itu yang seakan-akan penuh koreksi dan kecurigaan ke Dukcapil," ujar Afif.

KPU akhirnya bersedia menindaklanjuti data 103 nama WNA yang diberikan Dukcapil.

Ke-103 nama WNA tersebut, menurut hasil pencermatan KPU, tersebar di 17 provinsi di 54 kabupaten/kota.

Oleh karenanya, KPU RI menginstruksikan kepada KPU daerah untuk melalukan pengecekan ke lapangan langsung mengenai data WNA ini.

Baca juga: WNA yang Masuk DPT Pemilu Paling Banyak Ditemukan di Bali

"KPU RI langsung menindaklanjuti data tersebut hari ini dengan mengintruksikan ke KPU di 17 provinsi dan 54 kabupaten/kota untuk langsung melakukan verifikasi data dan verifikasi faktual, menemui 103 yang diduga WNA masuk ke DPT," kata Komisioner KPU Viryan Azis dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3/2019).

Kegiatan verifikasi ini meliputi pengecekan data ke daftar pemilih, serta penelusuran lapangan menemui WNA yang dimaksud untuk memastikan keberadaannya.

Jika ditemukan WNA tercatat dalam DPT, KPU akan langsung menghapus nama terdebut. KPU mengklaim, akan menyelesaikan proses pencocokan data satu hari saja.

Kompas TV Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, pastikan Kartu Tanda Penduduk elektronik yang dimiliki Warga Negara Asing, tidak bisa digunakan untuk memilih saat Pemilu, Pileg ataupun Pilpres.<br /> Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mengimbau kepada masyarakat untuk tidak khawatir karenadalam KTP el itu memiliki perbedaan dengan milik Warga Negara Indonesia.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]-->
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com