Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik WNA Masuk DPT dan Ketegangan KPU-Dukcapil

Kompas.com - 06/03/2019, 06:51 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik Warga Negara Asing (WNA) dengan kepemilikan e-KTP masih bergulir.

Isu ini pertama kali muncul setelah beredar foto KTP elektronik atau e-KTP seorang WNA asal China berinisial GC, yang diisukan masuk ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.

Dari foto yang beredar, e-KTP GC tercantum dengan NIK 320*************. Dalam foto itu, GC disebut tinggal di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menegaskan bahwa nama GC tak tercantum di DPT. Jika NIK yang disebut-sebut milik GC itu ditelusuri di DPT, muncul nama seorang WNI berinisial B.

Berangkat dari kasus tersebut, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di sejumlah daerah mengungkap penemuan mereka terhadap data WNA pemilik e-KTP yang masuk ke DPT pemilu.

Ketegangan KPU dan Dukcapil

Atas temuan-temuan tersebut, KPU meminta data dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberikan data WNA yang telah menerima e-KTP.

Data tersebut akan digunakan KPU untuk melakukan pencocokan dan penelitian dengan menyandingkan ke DPT.

Dukcapil mencatat, terhitung sejak tahun 2014, total ada 1.680 blangko e-KTP untuk WNA. Namun, Dukcapil enggan memberikan 1.680 data itu ke KPU.

Dukcapil hanya memberikan data berupa 103 nama WNA pemilik e-KTP yang masuk ke DPT. Data tersebut didapati Dukcapil dari pencermatan yang dilakukan tim teknis Dukcapil.

Baca juga: KPU Tunggu Dukcapil Berikan Data WNA yang Punya E-KTP

Menurut Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, pihaknya enggan memberi data utuh lantaran berkaitan dengan aspek kebutuhan. KPU dalam rangka mengecek keberadaan WNA di DPT, hanya butuh data WNA yang tercantum di DPT.

Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, ditemui usai RDP Panja Pengamanan Data Pribadi Komisi 1 DPR, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.KOMPAS.com/Fatimah Kartini Bohang Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, ditemui usai RDP Panja Pengamanan Data Pribadi Komisi 1 DPR, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
"Bila diberikan semua datanya nanti kami khawatir terjadi salah input lagi dan masuk DPT," kata Zudan melalui keterangan tertulis, Selasa (5/3/2019).

Selain itu, langkah ini juga berhubungan dengan aspek perlindungan dan kerahasiaan data.

Menurut Pasal 79 Undang-Undang Adminstrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013, negara, dalam hal ini Kemendagri, diperintahkan untuk menyimpan dan melindungi kerahasiaan data perseorangan dan dokumen kependudukan.

Menteri Dalam Negeri tidak bisa memberikan data, melainkan hanya memberi hak akses data kependudukan kepada lembaga pengguna.

Hal lainnya adalah terkait prinsip resiprokal atau hubungan timbal balik.

Zudan mengungkap, Dukcapil sudah lima kali meminta DPT hasil perbaikan (DPThp) dan tindak lanjut analisis 31 juta data yang ada dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4), tetapi, KPU tak kunjung juga memberikan.

"Ada apa ya dengan KPU? Oleh karena sesuai dengan prinsip resiprositas tadi maka sebaiknya ada hubungan timbal balik kita bertukar data. Jangan hanya Kemendagri saja dimintai data," kata dia.

Baca juga: Bawaslu Minta KPU dan Dukcapil Tak Saling Menyalahkan soal WNA yang Masuk DPT

Atas langkah Dukcapil itu, KPU semula bersikeras untuk meminta Dukcapil memberikan data utuh 1.680 WNA pemilik e-KTP. KPU baru akan mengambil langkah usai Dukcapil memberikan data lengkap.

"Kami masih menunggu data dari Dukcapil secara lengkap. KPU tidak ingin menyelesaikan masalah secara parsial dan setengah-setengah," kata Komisioner KPU Viryan Azis saat dihubungi, Senin (4/3/2019).

Viryan mengatakan, pihaknya ingin melakukan pengecekan DPT secara mandiri, bukan berdasar data Dukcapil. Ia menjamin bahwa KPU akan tetap menjaga data pribadi WNA.

KPU Tindaklanjuti Data Dukcapil

Atas ketegangan yang terjadi, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin meminta KPU fokus membersihkan data WNA yang masuk DPT.

Menurut Afif, bukan saatnya untuk saling melempar tuduhan pihak mana yang paling bersalah dalam persoalan ini. Sebab, perlindungan data pemilih menjadi jauh lebih penting.

"Menurut saya, posisi kita tidak untuk melempar siapa yang paling bersalah, tetapi mumpung ada waktu untuk dibersihkan ya kita bersihkan dan itu menjadi kesepakatan forum (antara KPU, Bawaslu, dan Dukcapil Kemendagri) kemarin," kata Afif saat ditemui di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).

Komisioner Bawaslu Mochammad AfifuddinKOMPAS.com/Fitria Chusna Farisa Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin
Baca juga: KPU Harus Memastikan 103 WNA Pemilik E-KTP Sudah Dicoret dari DPT

Afif menambahkan, yang paling prinsip, KPU dan Dukcapil harus sama-sama menurunkan tensi dan tidak lagi menciptakan suasana tegang. Justru KPU dan Dukcapil harus bersinergi untuk menyelematkan hak pilih warga negara.

"Paling prinsip hubungan KPU dan Dukcapil agak tegang dan renggang membuat suasana begini. Misalnya, cara KPU menerima DP4 (Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu) itu yang seakan-akan penuh koreksi dan kecurigaan ke Dukcapil," ujar Afif.

KPU akhirnya bersedia menindaklanjuti data 103 nama WNA yang diberikan Dukcapil.

Ke-103 nama WNA tersebut, menurut hasil pencermatan KPU, tersebar di 17 provinsi di 54 kabupaten/kota.

Oleh karenanya, KPU RI menginstruksikan kepada KPU daerah untuk melalukan pengecekan ke lapangan langsung mengenai data WNA ini.

Baca juga: WNA yang Masuk DPT Pemilu Paling Banyak Ditemukan di Bali

"KPU RI langsung menindaklanjuti data tersebut hari ini dengan mengintruksikan ke KPU di 17 provinsi dan 54 kabupaten/kota untuk langsung melakukan verifikasi data dan verifikasi faktual, menemui 103 yang diduga WNA masuk ke DPT," kata Komisioner KPU Viryan Azis dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3/2019).

Kegiatan verifikasi ini meliputi pengecekan data ke daftar pemilih, serta penelusuran lapangan menemui WNA yang dimaksud untuk memastikan keberadaannya.

Jika ditemukan WNA tercatat dalam DPT, KPU akan langsung menghapus nama terdebut. KPU mengklaim, akan menyelesaikan proses pencocokan data satu hari saja.

Kompas TV Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, pastikan Kartu Tanda Penduduk elektronik yang dimiliki Warga Negara Asing, tidak bisa digunakan untuk memilih saat Pemilu, Pileg ataupun Pilpres.<br /> Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mengimbau kepada masyarakat untuk tidak khawatir karenadalam KTP el itu memiliki perbedaan dengan milik Warga Negara Indonesia.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]-->
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com