Kota penghasil batik yang rentan perubahan iklim
Sejak tahun 2002, Kota Pekalongan terkena dampak perubahan iklim secara langsung dengan adanya banjir rob.
Pada 2018, luas wilayah tergenang rob sudah mencapai 31 persen. Dampak banjir rob merebak luas dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan hingga pada kenaikan tingkat kemiskinan masyarakat.
Pada tahun 2015, Kota Pekalongan sudah memiliki kajian kerentanan skala kelurahan dan kota serta strategi adaptasi perubahan iklim.
Namun, rob dan dampak yang ditimbulkannya masih belum teratasi hingga saat ini karena paradigma pembangunan yang lebih berat ke ekonomi. Data risiko bencana kembali diabaikan.
Contoh kasus dalam masalah ini adalah adanya pembiaran pemotongan pohon bakau di daerah pesisir oleh beberapa warga pemilik tambak dan pencemaran kali/sungai di Pekalongan. Hal itu dilakukan karena tambak ataupun industri batik dianggap sebagai indikator majunya perekonomian Pekalongan.
Padahal, sesungguhnya Kota Pekalongan memiliki modal kinerja tata kelola cukup untuk mencegah dampak bencana (nilai indeks 5,38 dari skala 0 sampai 10).
Dari empat aktor, birokrasi memiliki kinerja paling tinggi (6,19) dan dapat menjadi motor penggerak perbaikan dan penanganan dampak bencana.
Adapun masyarakat sipil dan ekonomi di Pekalongan masih mendapatkan rapor merah (5,06). Hal ini disebabkan relasi antara pemerintah dan masyarakat belum berkolaborasi.
Sadar data sebagai modal sosial
Dari kedua studi kasus kabupaten yang dilanda bencana ini, dapat disimpulkan bahwa interaksi pemerintah dan masyarakat sebagai pembentuk modal sosial menjadi hal penting dan tidak terelakkan lagi.
Data risiko bencana yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan pemerintah perlu digunakan untuk menggerakkan warga agar membentuk jejaring sosial yang kuat dan solid.
Siapa yang dapat mengawalinya? Pejabat politiklah yang harus membuka akses informasi dan penggunaan data di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, seyogianya mengeluarkan kebijakan payung agar pemerintah daerah dapat bergerak lintas daerah untuk rehabilitasi pascabencana.
Selain pejabat, masyarakat juga meningkatkan penggunaan data dan aktif melaporkan kondisi di lapangannya kepada pemerintah.
Dengan interaksi ini, niscaya mau bencana apa pun, baik pemerintah ataupun warga akan jauh lebih sigap dalam menghadapi dan menanggulanginya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.