Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lenny Hidayat, SSos, MPP
Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi (ESG)

Apa yang Terjadi dengan Bantuan Kemanusiaan di Palu dan Donggala?

Kompas.com - 23/10/2018, 16:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA kembali bergetar. Gempa demi gempa melanda untaian jamrud khatulistiwa dari hari ke hari.

Pemerintah dan warga Indonesia telah menunjukkan kesigapan dan mengeluarkan segala jerih payah. Buku-buku dan pembelajaran dari bencana alam di Aceh dan Yogyakarta dibuka kembali untuk menyegarkan ingatan.

Di satu sisi, kita bersedih karena seluruh warga Indonesia diancam bahaya bencana. Namun di sisi lain, tidak lama lagi, niscaya Indonesia akan menjadi negara yang ahli dalam mencegah dan mengelola rehabilitasi pascabencana, baik alam ataupun sosial.

Bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti Donggala, Sulawesi Tengah, atau yang sudah menjadi bagian dari alamnya, seperti Kota Pekalongan, Jawa Tengah, bukan fenomena asing lagi.

Studi kemitraan di Kabupaten Donggala, Kebumen, Pulang Pisau, dan Kota Pekalongan pada tahun 2017 (menggunakan data 2016) dan temuan lapangan baru-baru ini menunjukkan korelasi antara kapasitas pemerintah daerah mengelola data maupun modal sosial dan manajemen pascabencana.

Donggala rentan perubahan iklim

Keberadaan Kabupaten Donggala di kawasan lempeng tektonik aktif (Sesar Palu-Koro) menjadikannya wilayah yang rentan perubahan iklim radikal dan berpotensi terjadi kekeringan, gempa bumi besar, tsunami, banjir, dan kebakaran hutan.

Sudah sejak 5 tahun lalu, Indeks Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk Donggala sudah masuk angka 189 atau tergolong tinggi. Namun, pemerintah daerah belum membangun manajemen bencana dan perubahan iklim. Data ini diabaikan.

Di tingkat yang lebih tinggi, yaitu pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, isu manajemen bencana dan perubahan iklim belum sepenuhnya menjadi perhatian para stakeholder. Sekali lagi, data tidak diindahkan.

Ketika terjadi bencana, baik pemerintah dan masyarakat sama-sama tidak siap. Hal ini terlihat dari hasil pantauan tim Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Posko Gabungan Karajalemba (Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kemanusiaan) pada kurun waktu 10-19 Oktober 2018.  

Pada awal masa pantuan, bantuan yang datang dari kementerian/lembaga negara dan organisasi non-pemerintah datang bertubi-tubi dan terkonsentrasi di halaman kantor pemerintah daerah Kota Palu.

Logikanya, bantuan tersebut langsung bisa didistribusikan, tetapi data mana yang menjadi dasar informasi bagi seluruh lembaga untuk bergerak?

Kesimpangsiuran data antara posko relawan dan pemerintah daerah pun terjadi. Masing-masing mempertanyakan data dari organisasi-organisasi pemberi bantuan dan perwakilan pemerintah hanya bisa celingak-celinguk ketika ditanya tentang data.

Tenda demi tenda dan ratusan tangki air dibangun. Namun ketika tenda sudah dihuni pengungsi, pemberi dana pulang ke Jakarta, pengungsi ditinggal kebingungan bagaimana mengelola keberlanjutan tenda tersebut.

Setelah koordinasi antara dinas dan elemen, akhirnya diputuskan bahwa Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Donggala bertanggung jawab mengelola pasca-pemberian hibah.

Di sini kita menyaksikan bahwa baik pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala mengalami kemacetan dalam bekerja karena belum pernah mendapatkan pengetahuan atau pengalaman menghadapi bencana sebesar itu.

Walaupun secara regulasi sudah ada ketentuannya, tetapi pemerintah daerah kelihatannya mencari aman dengan tidak merelokasi dana APBD untuk dana tanggap darurat.

Dari informasi yang didapat, hanya Kabupaten Sigi yang dengan cepat mengeluarkan dana tanggap darurat untuk bencana di daerahnya. Adapun di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, pemerintah daerah setempat menunggu bantuan yang masuk dari luar.

Trauma bencana yang dihadapi masyarakat di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi menambah kepanikan sehingga mereka belum bisa mengoordinasi dirinya dalam menghadapi musibah yang dihadapi. Hal ini terlihat dalam cara warga menerima bantuan.

Mereka tidak mengoordinasikan dirinya dalam kelompok atau per RT/RW/desa, tetapi setiap individu datang ke posko bantuan.

Di sinilah peran organisasi masyarakat sipil untuk bekerja, mengumpulkan relawan dari komunitas korban untuk mengoordinasi dirinya agar lebih kompak dan teratur dalam menerima bantuan.

Hasil pantauan terakhir dari tim Kemitraan, karena berbagai kekacauan yang ada, pemerintah provinsi akhirnya turun dan mulai mengoordinasikan semua pihak dan menjabarkan peran dan fungsi masing-masing lembaga. Di sini peran pemerintah provinsi sudah tepat dan patut diapresiasi.

Perbaikan kinerja tata kelola Donggala

Kondisi kinerja tata kelola Kabupaten Donggala sebelum bencana memang masuk ke kategori cenderung buruk (nilai indeks 3,78 dari skala 0 sampai 10). Birokrasi dan masyarakat sipil berkontribusi terhadap kondisi ini.

Rendahnya kinerja tata kelola di Kabupaten Donggala ini terutama karena pemerintah belum melibatkan partisipasi publik dan belum transparan dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Akses terhadap dokumen dan program kegiatan birokrasi dan masyarakat ekonomi masih sangat sulit. Padahal karakteristik kegiatan ekonomi Donggala kebanyakan adalah ekstraktif dan eksploitatif, sangat rentan kerusakan lingkungan.  

Semua hal ini berkontribusi dalam kondisi karut-marutnya manajemen pascabencana yang terjadi belakangan ini.

Warga membawa material untuk meninggikan rumah mereka dari ancaman terendam pasang air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (30/7/2018). Abrasi, penurunan permukaan tanah hingga perubahan iklim membawa dampak besar terhadap persoalan pesisir di Jawa Tengah antara lain Pekalongan, Kendal, Kota Semarang dan Demak.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN)
30-07-2018KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Warga membawa material untuk meninggikan rumah mereka dari ancaman terendam pasang air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (30/7/2018). Abrasi, penurunan permukaan tanah hingga perubahan iklim membawa dampak besar terhadap persoalan pesisir di Jawa Tengah antara lain Pekalongan, Kendal, Kota Semarang dan Demak. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN) 30-07-2018

Kota penghasil batik yang rentan perubahan iklim

Sejak tahun 2002, Kota Pekalongan terkena dampak perubahan iklim secara langsung dengan adanya banjir rob.

Pada 2018, luas wilayah tergenang rob sudah mencapai 31 persen. Dampak banjir rob merebak luas dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan hingga pada kenaikan tingkat kemiskinan masyarakat.

Pada tahun 2015, Kota Pekalongan sudah memiliki kajian kerentanan skala kelurahan dan kota serta strategi adaptasi perubahan iklim.

Namun, rob dan dampak yang ditimbulkannya masih belum teratasi hingga saat ini karena paradigma pembangunan yang lebih berat ke ekonomi. Data risiko bencana kembali diabaikan.

Contoh kasus dalam masalah ini adalah adanya pembiaran pemotongan pohon bakau di daerah pesisir oleh beberapa warga pemilik tambak dan pencemaran kali/sungai di Pekalongan. Hal itu dilakukan karena tambak ataupun industri batik dianggap sebagai indikator majunya perekonomian Pekalongan.

Padahal, sesungguhnya Kota Pekalongan memiliki modal kinerja tata kelola cukup untuk mencegah dampak bencana (nilai indeks 5,38 dari skala 0 sampai 10).

Dari empat aktor, birokrasi memiliki kinerja paling tinggi (6,19) dan dapat menjadi motor penggerak perbaikan dan penanganan dampak bencana.

Adapun masyarakat sipil dan ekonomi di Pekalongan masih mendapatkan rapor merah (5,06). Hal ini disebabkan relasi antara pemerintah dan masyarakat belum berkolaborasi.

Sadar data sebagai modal sosial

Dari kedua studi kasus kabupaten yang dilanda bencana ini, dapat disimpulkan bahwa interaksi pemerintah dan masyarakat sebagai pembentuk modal sosial menjadi hal penting dan tidak terelakkan lagi.

Data risiko bencana yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan pemerintah perlu digunakan untuk menggerakkan warga agar membentuk jejaring sosial yang kuat dan solid.

Siapa yang dapat mengawalinya? Pejabat politiklah yang harus membuka akses informasi dan penggunaan data di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, seyogianya mengeluarkan kebijakan payung agar pemerintah daerah dapat bergerak lintas daerah untuk rehabilitasi pascabencana.

Selain pejabat, masyarakat juga meningkatkan penggunaan data dan aktif melaporkan kondisi di lapangannya kepada pemerintah.

Dengan interaksi ini, niscaya mau bencana apa pun, baik pemerintah ataupun warga akan jauh lebih sigap dalam menghadapi dan menanggulanginya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com