Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Minta Siaran Langsung dalam Ruang Sidang Dibatasi

Kompas.com - 06/07/2018, 23:03 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah meminta lembaga-lembaga penyiaran dan media untuk tidak menyiarkan secara langsung proses persidangan di pengadilan, khususnya terkait kasus kejahatan narkoba dan terorisme.

Menurut Abdullah, pemberitaan dan penyiaran proses persidangan perlu diatur lebih jelas dan tegas. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya hal-hal yang tidak diinginkan.

“Diberitakan itu tidak masalah, tetapi tidak perlu di close up karena di KUHAP sendiri nama saja harus inisial apalagi ditulis lengkap membahayakan semuanya,” ujar Abdullah di Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Jumat (6/7/2018).

Abdullah mengatakan, prosedur pengambilan gambar di persidangan harus melalui izin dari ketua majelis hakim.

Baca juga: AJI Protes Larangan Siaran Langsung Sidang Korupsi E-KTP

“Perlu izin karena izin akan diberikan arahan oleh ketua majelis silahkan mengambil gambar sebelum sidang dimulai, selanjutanya saat persidangan tidak boleh karena sakral,” kata dia.

Menurut Abdullah, apabilaapabila ers disorot secara berlebihan akan mempengaruhi keterangan saksi yang dihadirkan.

“Saksi menerangkan apa yang dilihat, dialami sendiri sedangkan saksi-saksi yang belum diperiksa tidak boleh mendengar saksi yang sudah diperiksa. Tujuannya supaya keterangannya dialami sendiri,” kata dia.

“Saksi-saksi yang disiarkan live akan mendapatkan informasi sempurna, sehingga keterangan yang disampaikan di persidangan tidak original lagi,” lanjut Abdullah.

Peraturan penyiaran, kata Abdullah, penting seperti saat persidangan kasus narkoba.

“Narkoba misalnya ini kan jaringan bahaya, jadi mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya,” kata dia.

Pemberitaan Kasus Terorisme

Di sisi lain, Abdullah juga menyoroti pemberitaan kasus terorisme yang begitu masif di lembaga penyiaran. Abdullah mengatakan, ada kode etik tersendiri dalam melakukan penyiaran dalam persidangan.

"Belum lagi kalau (kasus) terorisme, hakim, jaksanya di close up, saksi-saksi kalau mereka pulang namanya ini jaringan apa bisa menjamin keselamatan, terus nanti yang memberikan keterangan daripada saya memberikan keterangan takut lebih baik nggak mau,” tutur Abdullah.

Lebih lanjut, Abdullah menuturkan perlu diatur untuk mencegah adanya penyebaran paham-paham radikalisme ke masyarakat yang menonton siaran tersebut.

“Bahaya bagi keluarga kerabat, anak-anak terdakwa yang tidak tau ikut dihukum masyarakat hanya karena menyebutkan anaknya si A (pelaku teroris),” kata dia.

“Sehingga secara psikologis berpengaru kepada kejiwaan tersebut. Tidak berdosa tapi dipaksa menanggung dosa orang tua,”Abdullah menambahkan.

Kompas TV Ledakan bom terjadi di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Nasional
Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Nasional
LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com