Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai RKUHP Berpotensi Jadi Celah Baru Lemahkan KPK

Kompas.com - 05/06/2018, 07:16 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, keberadaan pasal-pasal korupsi dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi menjadi celah baru dalam merevisi Undang-Undang tentang KPK ke depannya.

"Jangan sampai ketika ada KUHP baru yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, maka menjadi celah atau cara baru untuk melakukan revisi UU KPK ke depan. Kita tahu sejarah dorongan revisi UU KPK selama ini selalu substansinya melemahkan KPK," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Febri mencontohkan, dulu sejumlah kewenangan KPK sempat terancam dipersulit. Selain itu, masa keberadaan KPK juga sempat diwacanakan hanya sampai batas waktu tertentu, dan bisa dibubarkan.

"Nah ini yang harus kita cegah dan antisipasi sejak awal," kata dia.

Baca juga: KPK Optimistis Jokowi Dukung Keluarkan Pasal Korupsi dari RKUHP

Ia menegaskan, KPK juga tak ingin keberadaan RKUHP nantinya menguntungkan para koruptor.

Febri menilai tak sulit bagi Pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan pasal-pasal korupsi dari RKUHP. Ia berharap pihak-pihak terkait dalam pembahasan RKUHP bisa membawa agenda pemberantasan korupsi di masa depan menjadi lebih baik.

"Nanti bisa diskusikan lebih jauh, misalnya sebagai concern dari Presiden mendorong revisi UU Tipikor. Jadi UU ini yang akan kita dorong untuk direvisi. Ini kami percaya akan lebih mempermudah pemberantasan korupsi ke depan," kata dia.

Febri mengingatkan seluruh pihak lainnya agar mampu membawa agenda pemberantasan korupsi ke arah yang lebih baik.

Baca juga: RKUHP Dinilai Bisa Bunuh KPK Secara Perlahan

Jika pasal korupsi dipaksakan masuk ke dalam RKUHP, akan berisiko besar bagi kinerja KPK, kewenangan KPK, dan agenda pemberantasan korupsi.

"Ini yang kami harapkan bisa didengar bisa ditindaklanjuti juga baik oleh Presiden dan DPR," kata Febri.

"Jadi KPK sudah mengirimkan surat kepada presiden, juga sudah mengirimkan surat kepada panja DPR dan Kemenkumham. Kami uraikan risiko dan pendapat KPK," ujar dia.

Menurut Febri, sikap resmi yang telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif beberapa waktu silam didasarkan atas kajian yang matang.

Febri menuturkan, KPK sudah mengingatkan berkali-kali kepada pihak terkait atas risiko masuknya pasal korupsi dalam RKUHP.

"Kajian sebenarnya sudah kami lakukan sejak 2014 dan 2015. Dalam draf pertama sudah kami wanti-wanti sejak awal ada risiko besar bagi pemberantasan korupsi, kalau seperti ini masih diteruskan," ucap dia.

Harapan kepada Presiden

Febri mengakui, KPK khawatir mengingat pengesahan RKUHP direncanakan akan dilakukan pada Agustus mendatang. Oleh karena itu, langkah cepat dan konkret dari Presiden dinilainya bisa menentukan masa depan agenda pemberantasan korupsi ke depan.

"Kami percaya Presiden membaca (surat-surat yang dikirim KPK) dan juga sudah membahas hal tersebut. Namun, dalam kondisi saat ini diinformasikan Agustus akan disahkan, sementara waktu semakin pendek ya, sangat menentukan bagi pemberantasan korupsi nantinya," ujar dia.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, KPK secara kelembagaan menolak tindak pidana korupsi diatur dalam pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang KUHP.

Baca juga: KPK Minta Pasal Korupsi Tak Diatur RKUHP, tetapi Khusus seperti UU Antiterorisme

"Tindak pidana khusus yang diluar KUHP kami berharap tetap berada di luar KHUP khususnya tentang tindak pidana korupsi," kata Laode dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/5/2018).

KPK, kata Laode, meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.

Laode menjelaskan, tindak pidana korupsi sudah berada di luar KUHP sejak lama.

Menurut dia, jika korupsi diatur dalam KUHP ada sejumlah persoalan yang berisiko bagi KPK maupun aktivitas pemberantasan korupsi di masa depan. Salah satunya adalah wewenang KPK.

Kompas TV Atas penolakan ini, KPK sebelumnya telah mengirimkan surat kepada presiden dan DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com