JAKARTA.KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil antikorupsi berharap partai politik (parpol) berpihak pada pemilih.
Di samping diharapkan menerima rancangan peraturan KPU tentang pencalonan yang melarang mantan napi korupsi ikut dalam pemilihan anggota legislatif (pileg), parpol juga diharapkan melakukan pembenahan internal terkait seleksi caleg.
“Parpol penting mengedepankan calon legislatif yang berintegritas, berkualitas dengan memperbaiki aturan kedisiplinan parpol supaya bisa mendapat kepercayaan publik,” kata Peneliti ICW Abdullah Dahlan dalam diskusi di Jakarta, Selasa (24/4/2018).
(Baca juga: Pencabutan Hak Politik dan Larangan Napi Korupsi Nyaleg Bisa Jadi Peringatan Tegas)
Demi citra parlemen yang lebih baik, lanjut Abdullah, maka penting bagi parpol untuk mendukung rencana KPU untuk mengatur larangan soal mantan napi korupsi tersebut.
Hal serupa disampaikan oleh peneliti dari Indonesian Budget Center Ibeth Koesrini. Dia menyebutkan, komitmen parpol terhadap publik untuk menghadirkan anggota legislatif yang berkualitas seharusnya sudah dimulai sejak seleksi internal.
"Dari hulu sudah komitmen untuk tidak melakukan korupsi,” katanya.
(Baca juga: PSI Anggap Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Sebuah Langkah Progresif)
Sebelumnya, KPU menyatakan, mantan narapidana kasus korupsi tidak layak menduduk jabatan publik karena telah berkhianat terhadap jabatan sebelumnya.
Apalagi, kata KPU, semua masyarakat tentunya ingin punya wakil rakyat yang bersih, jujur dan amanah.
Dengan pelarangan mantan narapidana korupsi tersebut, KPU berharap partai politik akan lebih selektif memilih calonnya.
KPU juga beralasan larangan mantan narapidana korupsi ikut pileg 2019 itu salah satunya mengacu Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
(Baca juga: Ketua DPR Tak Setuju KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)
Menurut KPU, dalam pasal ayat 4 dalam UU tersebut diatur jelas bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tak hanya itu, usulan larangan tersebut merupakan bentuk perluasan tafsir dari Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.