Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LIPI Sebut Motif Politik dan Ideologi di RUU Antiterorisme Bikin Susah

Kompas.com - 16/05/2018, 08:35 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, kompas.com — Peneliti LIPI sekaligus tim ahli DPR Poltak Partogi Nainggolan menilai, definisi terorisme dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) tak perlu ditambahkan dengan frasa motif tujuan politik, ideologi, dan mengancam keamanan negara.

Menurut Partogi, penambahan frasa tersebut nantinya dapat menyulitkan proses penegakan hukum.

"Justru menyulitkan. Bagaimana Anda bisa mengadili ideologi orang? Tetapi, kalau sudah berbuat, kan, bisa (diadili)," ujar Partogi seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi terkait RUU Antiterorisme di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (15/5/2018).

"Munculnya motif politik dan ideologi itu justru bikin susah," ucapnya.

Partogi juga tidak sependapat jika konsep definisi terorisme yang diusulkan pemerintah akan membuat aparat penegak hukum mudah mengecap seseorang sebagai teroris.

Baca jugaSejumlah Pasal di RUU Antiterorisme Jadi Sorotan Komnas HAM

Ia berpendapat, seseorang dapat dikategorikan sebagai teroris jika sudah terbukti bergabung dengan kelompok teroris tertentu meski belum melakukan aksi terorisme. Keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok teroris, kata Partogi, dapat menjadi bukti permulaan yang cukup untuk diproses hukum.

"Misal dia anggota JAD. Kalau sudah ditetapkan secara internasional, PBB pun sudah menetapkan sebagai kelompok teroris, mau ngapain dia di situ kalau memang tidak untuk kegiatan itu (terorisme). Itu sudah sebagai bentuk permulaan yang cukup," tuturnya.

Perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah terkait definisi terorisme menjadi salah penyebab terhambatnya pengesahan RUU Antiterorisme. Anggota Pansus RUU Antiterorisme Arsul Sani mengakui adanya perbedaan pendapat itu selama proses pembahasan.

Menurut Arsul, pemerintah menginginkan definisi terorisme sesuai Pasal 6 dan 7 draf RUU Antiterorisme.

Pasal tersebut menyatakan terorisme adalah segala perbuatan yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan maksud menimbulkan suasana teror dan rasa takut menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau mengakibatkan kerusakan kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, publik, atau fasilitas internasional.

Baca jugaGabungan 14 Ormas Islam Desak DPR Segera Rampungkan RUU Antiterorisme

Sementara itu, sejumlah fraksi di DPR meminta agar dalam definisi tersebut ditambahkan frasa motif tujuan politik, ideologi, dan mengancam keamanan negara. Hal itu bertujuan agar aparat penegak hukum tak sewenang-wenang dalam menetapkan seseorang sebagai teroris.

Setelah pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dan sejumlah sekjen partai pendukung pemerintah, akhirnya disepakati adanya alternatif terkait ketentuan definisi.

Partai pendukung pemerintah, kata Arsul, tidak keberatan jika nantinya definisi tetap mencantumkan frasa motif ideologi dan politik dalam definisi. Namun, ketentuan tersebut tidak diletakkan dalam batang tubuh, melainkan dalam bagian penjelasan umum.

Kompas TV Pembahasan RUU Antiterorisme Molor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com