JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pelimpahan berkas perkara penyidikan dengan tersangka Ketua Nonaktif Kamar Dagang dan Industri Barabai, Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani dan Direktur PT Sugriwa Agung Abdul Basit ke tingkat penuntutan.
Kedua tersangka itu terjerat kasus dugaan suap proyek pengadaan pekerjaan pembangunan RSUD Damanhuri, Barabai, Kalimantan Selatan, Tahun Anggaran 2017.
"Hari ini dilakukan penyerahan berkas, tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum atau yang disebut pelimpahan tahap dua," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/4/2018).
"Jadi dalam waktu dekat, setelah pelimpahan kedua, dua tersangka ini akan dibawa ke persidangan," kata dia.
(Baca juga: Selain Suap dan Gratifikasi, Bupati Hulu Sungai Tengah Juga Disangka Pencucian Uang)
Febri mengungkapkan, jaksa penuntut umum memiliki waktu 14 hari dalam menyiapkan dakwaan dan menyerahkannya ke pengadilan untuk segera digelar persidangan.
"Rencana persidangan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat," ujar dia.
KPK telah memeriksa keduanya sebagai tersangka sebanyak tiga kali, yaitu tanggal 20 Februari 2018, 1 Maret 2018, dan 27 April 2018.
Adapun KPK telah memeriksa 40 saksi untuk kedua tersangka, yang melibatkan berbagai unsur dari kalangan PNS, panitia pengadaan pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP, dan Super VIP di RSUD Damanhuri Tahun Anggaran 2017, dan pihak swasta.
KPK sebelumnya menetapkan empat tersangka terkait kasus ini.
Selain Fauzan Rifani dan Abdul Basit, KPK juga menetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif dan Direktur Utama PT Menara Agung Donny Winoto sebagai tersangka.
Abdul Latif, Fauzan Rifani, dan Abdul Basit diduga menerima commitment fee dari Donny Winoto.
Commitment fee itu terkait proyek pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan Super VIP RSUD Damanhuri, Barabai sebesar 7,5 persen atau senilai Rp 3,6 miliar.
(Baca juga: Kontraktor Proyek RSUD Didakwa Menyuap Bupati Hulu Sungai Tengah Rp 3,6 Miliar)
Realisasi pemberian fee proyek diduga dilakukan secara bertahap. Pemberian pertama pada rentang September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar.
Sebagai penerima uang suap, Abdul Latif, Abdul Basit, dan Fauzan Rifani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.