Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Penundaan Proses Hukum Calon Kepala Daerah agar KPK Tak Dituduh Berpolitik

Kompas.com - 13/03/2018, 12:30 WIB
Yoga Sukmana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto yang meminta agar KPK menunda penetapan tersangka korupsi calon kepala daerah menuai banyak kritikan.

Namun, Wiranto menilai, permintaan pemerintah tersebut untuk kebaikan KPK sendiri.

"Penundaan semata-mata agar tidak menimbulkan prasangka, tidak menimbulkan satu tuduhan bahwa KPK masuk dalam ranah politik," ujar Wiranto di Jakarta, Selasa (13/3/2018).

(Baca juga : Pemerintah Minta KPK Tunda Penetapan Tersangka Para Calon Kepala Daerah)

Wiranto menegaskan, penundaan penetapan tersangka calon kepala daerah yang terlibat kasus korupsi bukan berarti mengurangi ancaman pidananya. KPK tetap bisa malakukan pengusutan.

Sebelumnya, saat menggelar konferensi pers dan menyatakan permintaan penundaan penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK, Wiranto tidak menyebutkan sampai kapan penundaan itu.

Wiranto menyebut, permintaan tersebut berasal dari penyelenggara pemilu.

Namun, usai konferensi pers, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU menghargai kewenangan KPK untuk menetapkan atau tidak tersangka korupsi. KPU tidak mau mencampuri kewenangan KPK.

(Baca juga : Pekan Ini, KPK Umumkan Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka)

Meski begitu, Arief mengatakan, dalam rapat koordinasi khusus pemilu yang dipimpin Menko Polhukam, ada hal lain yang berkembang di dalam Rakorsus Pilkada serentak 2018.

Hal tersebut, yakni kekhawatiran akan tercampuraduknya persoalan hukum dan politik jika KPK menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya mengungkapkan, pihaknya akan mengumumkan penetapan tersangka calon kepala daerah yang bertarung dalam Pilkada 2018.

(Baca juga : Minta KPK Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah, Pemerintah Dinilai Ramah Terhadap Korupsi)

Agus enggan membeberkan siapa peserta pilkada yang akan ditetapkan sebagai tersangka itu. Termasuk berasal dari daerah mana.

"Janganlah, minggu ini kita umumkan," ujar Agus.

Dikritik

Pernyataan Wiranto kemudian dikritik banyak pihak. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, pemerintah tengah menunjukkan sikap yang ramah terhadap kejahatan korupsi.

"Sikap ramah terhadap kejahatan korupsi, seperti yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, sama sekali tidak mencerminkan wajah presiden Jokowi yang dikenal sebagai presiden bersih," kata Ray.

(Baca juga : Pemerintah Dinilai Intervensi KPK, Tak Bisa Bedakan Proses Hukum dan Politik)

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, pemerintah mencoba melakukan intevensi terhadap proses hukum yang dilakukan KPK.

Donal menilai, seruan ini menunjukan pemerintah tidak bisa membedakan mana proses hukum dan politik.

Donal mengatakan, pilkada merupakan proses politik, sementara yang dilakukan oleh KPK adalah proses hukum.

"Sehingga kalau (muncul) pernyataan seperti itu, pemerintah secara terang benderang dan secara sadar, mencoba untuk mengintervensi proses hukum," kata Donal.

Adapun Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta KPK mengabaikan sikap pemerintah tersebut. 

"KPK jangan mau diintervensi. Jangan sampai KPK diintervensi pihak lain," ujar Titi.

Kompas TV Pemerintah bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus Pilkada 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com