Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumuskan KUHP, DPR dan Pemerintah Diminta Tak Pakai Cara Instan

Kompas.com - 13/02/2018, 20:08 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Anugerah Rizki Akbari mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat agar tidak terburu-buru dalam merumuskan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebab, KUHP merupakan landasan hukum yang berdampak luas bagi masyarakat.

"Jadi tidak ada yang instan, apalagi RKUHP ini akan menghukum semua perilaku dan itu akan mempengaruhi kebebasan kita sebagai warga negara," kata Rizki dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Rizki menilai pemerintah dan DPR tidak perlu menentukan batas waktu atau target penyelesaian pembahasan RKUHP. Menurut dia, akan lebih baik jika pembahasan dilakukan secara tidak tergesa-gesa.

Nyatanya, kata dia, saat ini masih banyak pasal yang menjadi kontroversi dalam RKUHP. Misalnya pasal yang mengatur pidana terhadap penghina presiden. Juga ada perdebatan pasal terkait pemidanaan terhadap perilaku seksual yang dilakukan oleh LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).

Baca juga : Anggota Panja KUHP: Sebut Presiden Bodoh Bisa Dipidana

Rizki pun mengkritik metode delphi yang digunakan oleh tim perumus untuk menyusun RKUHP. Dengan metode Delphi ini, maka para ahli diminta untuk memberikan skor terhadap setiap variabel tindak pidana, untuk kemudian ditentukan berapa besar hukuman yang akan dijatuhkan. Menurut dia, metode ini tidak objektif karena ahli yang dipilih justru kebanyakan berasal dari pemerintah.

Rizki menekankan, perumus RKUHP harusnya benar-benar memperhitungkan nilai keadilan, hak asasi manusia disertai data-data atau bukti-bukti dan dengan metode yang objektif. 

"Jadi penyusunannya harus benar-benar jelas," kata dia.

Baca juga : MK Tegaskan Pasal soal Makar di KUHP Konstitusional

Rancangan KUHP sendiri batal disahkan pada masa sidang saat ini. Pada rapat paripurna Senin (12/2/2018) kemarin, DPR justru memperpanjang pembahasan Undang-undang tersebut.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai wajar pembahasan R-KUHP diperpanjang karena tidak realistis jika disahkan sekarang. Sebabnya, masih ada sejumlah pasal yang diperdebatkan dalam Panitia Kerja (Panja) R-KUHP.

"Kami harus realistis karena ada beberapa pasal yang masih terjadi diskusi dan perdebatan. Maka kami putuskan tadi Bamus (Badan Musyawarah) itu dilanjutkan pada masa sidang berikutnya," kata Bamsoet, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018).

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com