Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Poligami Jabatan

Kompas.com - 29/01/2018, 22:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin


Mencermati "poligami" jabatan

Pada umumnya, poligami jabatan dalam kehidupan politik terjadi karena kebutuhan pasar politik, tempat bertemunya permintaan dan penawaran politik. Relasi antaraktor politik berlangsung atas dasar adanya otoritas dan kekuasaan sebagai salah satu sebab dari enam jenis relasi menurut Knoke dan Young (2008:12).

Relasi yang didasarkan pada otoritas dan kekuasaan hubungan antaraktor ditandai oleh struktur hierarkis, ada pihak yang berkuasa dan pihak yang menjalankan perintah, adanya tanggung jawab dan hukuman jika tidak menjalankan perintah.

Dalam kasus Partai Golkar, Presiden Jokowi nampaknya berhitung matang dan cermat untuk menganulir kebijakannya selama ini yang cenderung menolak rangkap jabatan bagi para menterinya.

Dalam situasi terkini, dengan positioning Partai Golkar di parlemen memiliki 91 kursi, ditambah dengan komitmen partai tersebut untuk mengusung kembali Jokowi sebagai Presiden RI periode kedua.

Rasa-rasanya Presiden Jokowi mempertimbangkan secara cermat keputusannya tersebut sebagai modal politik yang berharga untuk maju pada Pemilihan Presiden 2019. Sebuah fakta rangkap jabatan menjadi semacam kompensasi (compensation) dari sebuah aktivitas politik.

Adapun untuk kasus Partai Hanura, jika dicermati upaya OSO dalam menempuh poligami jabatan tersebut menggunakan sumber daya politik yang hampir relatif sama. Menggunakan perahu Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), ibarat pepatah OSO sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Terbukti sejumlah anggota DPD RI menjadi pengurus baru di pusat maupun daerah, di mana secara resmi 27 Anggota DPD RI tercatat menjadi pengurus pusat. Bahkan dalam catatan lainnya berpotensi mencapai lebih dari 70 orang.

Sebuah fakta rangkap jabatan telah berdampak destruktrif (destruction), karena lembaga bentukan reformasi yang mengusung semangat daerah, independen, dan tidak partisan menjadi sangat partisan serta terjebak pada konflik politik yang disebabkan poligami jabatan.

Baca juga : 27 Anggota DPD Masuk Kepengurusan Hanura, Pimpinan Khawatir

Adapun terkait penunjukan dua perwira tinggi Polri dan TNI oleh Mendagri sebagai Plt Gubernur, selain karena terbatasnya eselon satu di lingkungan Kemendagri, di sisi lain karena pendekatan keamanan dan secara personal Mendagri kenal.

Sebuah fakta bahwa poligami jabatan terjadi karena ada keterbatasan struktur (limited structural) dalam merespons kebutuhan dan kondisi yang ada.


Dampak "poligami" jabatan

Poligami politik yang dilakukan secara alamiah akan berpotensi menimbulkan dampak bawaan, persis sebagaimana perilaku tersebut terjadi dalam kehidupan pernikahan. Baik secara internal maupun eksternal.

Poligami jabatan berpotensi menimbulkan ketidakdilan dan fokus perhatian terbagi. Menteri yang menjadi pejabat struktural partai secara faktual waktu dan perhatiannya terbagi.

Terlebih secara realitas tahun 2018 telah ditasbihkan oleh banyak pengamat sebagai tahun politik, maka bisa dipastikan seorang menteri yang mengemban jabatan strategis di partai harus berkerja keras meraih kemenangan.

Maka atas dasar itu pula beragam sumberdaya materi dan nonmateri akan dikerahkan, baik yang melekat pada partai maupun tidak. Bahayanya jika itu telah menyangkut posisi menteri yang sedang diemban. Bukankah dalam pernikahan seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, pertengkaran sering terjadi karena ketidakmampuan berbagi perhatian.

Poligami politik akan menyebabkan kecemburuan. Kabinet kerja yang dibuat Presiden Jokowi sedari awal ditasbihkan komposisinya terdiri dari kalangan profesional dan partai. Dengan adanya permakluman terhadap Airlangga Hartarto dan Idrus Marham, tentu saja secara alamiah menjadi preseden buruk dalam relasi antar partai politik di lingkar koalisi.

Tercatat Puan Maharani saat ini nonaktif sebagai ketua bidang politik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDI-P). Pun dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Asman Abnur setelah diangkat menjadi menteri, dirinya langsung nonaktif dari struktural Partai Amanat Nasional (PAN).

Poligami politik berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan. Perlu disadari asumsi awal keberadaan aktor politik dalam satu jabatan strategis sejatinya adalah memberikan manfaat yang besar dan solusi yang jitu bagi partai politik.

Alih-alih mendapat manfaat poligami politik (jabatan-Red) dikhawatirkan menjadi sarana pelipat ganda yang paling efektif untuk memumpuk pundi-pundi kuasa partai.

Di titik inilah kita mengenal namanya konflik kepentingan (conflict of interest ). Michael Davis and Andrew Stark dalam buku Conflict of Interest in the Professions mendefinisikan konflik kepentingan suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan.

Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi.

Poligami jabatan juga berpotensi melanggar regulasi. Sejumlah catatan regulasi menjadi perhatian dalam poligami jabatan yang terjadi dalam tiga kasus tersebut.

Sebut saja poligami jabatan yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sejumlah analis hukum menilai telah menodai Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan.

Di antara ruang lingkup larangan rangkap jabatan tersebut, di antaranya dengan menyandang jabatan sebagai: (a). Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (b). Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau (c). pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Bukankah faktanya selama ini partai politik telah mendapatkan alokasi APBN dari dana parpol yang digelontorkan pemerintah, bahkan yang terkini kenaikannya hampir 10 kali lipat? Secara resmi di tahun 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyetujui dana untuk parpol naik dari Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara.

Baca juga : Sri Mulyani Tegaskan Kenaikan Dana Parpol Sesuai Usulan KPK

Sedangkan penunjukan petinggi Polri sebagai penjabat gubernur bagi sejumlah pegiat demokrasi berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Penulis tidak akan masuk dalam ranah hukum, karena tidak dalam kapasitas yang tepat untuk mengulas. Namun secara jelas ternyata timbul diskursus bahwa poligami jabatan tidak hanya telah mengusik etika, namun juga berpotensi melanggar regulasi.


Sikap terbaik terhadap poligami jabatan

Penulis memandang sikap terbaik dalam menghindari poligami jabatan dengan membangun self-reminder, coercive system, dan public control.

Kekosongan jabatan harus memperhatikan pada kapasitas dan kemampuan personal yang tidak hanya bertumpu kepada pertimbangan politik, namun juga faktor pendukung lainnya seperti etika dan persepsi publik.

Celah terjadinya poligami jabatan sebenarnya bisa dilakukan dengan pendekatan merit system yakni berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.

Dalam saat yang bersamaan secara eksternal publik secara aktif membangun kesadaran kolektif bahwa solusi tidak bisa diselesaikan dengan skema tunggal dan ‘janggal’, namun berbasis pada good governance.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com