Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW : RKUHP, Bentuk Baru Mempreteli KPK Tanpa Harus Merevisi UU KPK

Kompas.com - 26/01/2018, 22:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter berpendapat bahwa pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di DPR RI, bermuatan politis.

Pasalnya, berdasarkan draf Februari 2017, RKUHP memuat hingga 20 pasal yang sudah ada pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

Artinya, ada upaya mempreteli kewenangan KPK tanpa harus merevisi UU KPK, namun melalui mendorong disahkannya RKUHP.

"Upaya merevisi KPK kan mentok. Sudah coba melalui angket KPK juga mentok. Makanya dimasukan ke dalam RKUHP ini," ujar Lalola dalam forum diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).

Baca juga : Pakar Pidana: Korupsi Sektor Swasta Seharusnya Masuk UU Tipikor, Bukan KUHP

"Makanya kalau misalnya ditanya apakah ada tendensi ini bermuatan politis? Kami yakin seperti itu," lanjut dia.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Lalola Easter. Fabian Januarius Kuwado Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Lalola Easter.
Lalola juga menyoroti dimasukannya empat jenis tindak pidana baru di dalam RKUHP itu.

Menurut dia, ketentuan pidana baru yang sebelumnya belum ada di dalam KUHP itu hanya sebagai pengalih perhatian publik dari maksud sebenarnya, yakni memasukkan pasal-pasal Tipikor ke dalam RKUHP sehingga UU Tipikor sebagai landasan KPK menjadi lemah.

"Spotlight-nya dipindahkan ke empat tindak pidana baru. Padahal kita nggak sadar bahwa di draft terakhir, ada 20 tindak pidana di UU Korupsi yang masuk ke dalam RKUHP," ujar Lalola.

"Pertanyaan selanjutnya adalah, kalau semua pasal korupsi sudah masuk ke KUHP, lalu apa lagi yang tersisa pada UU Tipikor?" lanjut dia.

Baca juga : Jika Disahkan, RUU KUHP Berpotensi Bunuh KPK

Bahkan, meskipun di dalam RKUHP memuat ketentuan bahwa undang-undang lain di luar KUHP yang mengatur tindak pidana yang sama tetap berlaku, tetap akan membuat UU Tipikor menjadi lemah.

Hukum di Indonesia menganut tiga prinsip. Pertama, produk hukum yang khusus mengalahkan yang umum. Kedua, produk hukum yang tinggi mengalahkan yang rendah dan ketiga, produk hukum yang baru mengalahkan yang lama. Dengan demikian, jika RUU KUHP disahkan, maka UU lama, meskipun mengatur kekhususan, tidak lagi digunakan.

"Kalaupun misalnya ada peraturan peralihan bahwa UU lain tetap berlaku, tapi kan semua sudah masuk ke KUHP. Lalu apa dong yang diatur dalam UU Tipikor? Apalagi KPK kan mandatnya clear, adalah menindak tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor," lanjut Lalola.

Kompas TV DPR sejauh ini masih terus membahas perluasan pasal yang mengatur tentang perzinahan dan kriminalisasi kelompok LGBT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com