Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Pidana: Korupsi Sektor Swasta Seharusnya Masuk UU Tipikor, Bukan KUHP

Kompas.com - 26/01/2018, 20:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyoroti pemerintah dan DPR RI yang sepakat korupsi di sektor swasta akan diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pertama, seharusnya ketentuan pidana korupsi di sektor swasta tak masuk ke dalam KUHP, melainkan ke Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Tempatnya bukan di KUHP, seharusnya di UU Tipikor," ujar Fickar dalam forum diskusi dibilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.Fabian Januarius Kuwado Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Jika ketentuan korupsi sektor swasta hanya masuk ke KUHP, maka penegak hukum yang berwenang mengusutnya hanya Polri dan kejaksaan. KPK tidak termasuk di dalamya.

Padahal, jika merujuk United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB tentang Antikorupsi, korupsi sektor swasta baru dapat diusut jika berkaitan dengan keuangan negara. Oleh sebab itu, penanganannya seharusnya melibatkan KPK juga.

Baca juga : DPR: Korupsi di Sektor Swasta Hanya Bisa Ditangani Polisi dan Jaksa

"Kalau ditempatkan pada UU Tipikor, semua lembaga penegak hukum yang mempunyai wewenang penanganan kasus korupsi bisa menangani, tidak hanya Polri dan kejaksaan, tapi juga KPK. Penanganannya pun komprehensif dan maksimal," ujar Fickar.

Kedua, yang juga menjadi sorotan adalah belum adanya definisi yang jelas mengenai korupsi di sektor swasta dalam RKUHP.

Fickar menyebut, beberapa waktu lalu kelompok pengusaha sudah menyatakan keberatan atas pengaturan korupsi sektor swasta tersebut. Pasalnya, lanjut Fickar, mereka berpendapat tidak ada definisi yang jelas terkait hal itu.

Baca juga : ICW: KPK Perlu Dilibatkan dalam Penanganan Korupsi di Sektor Swasta

"Karena misalnya menjamu lawan bisnis itu menjadi sesuatu yang biasa dalam bisnis. Jangan-jangan itu nantinya diklaim sebagai korupsi, bisa buyar itu dunia swasta. Makanya harus ada definisi baru dulu mengenai bagaimana itu korupsi sektor swasta," lanjut Fickar.

Diberitakan, DPR RI dan pemerintah menyepakati pasal mengenai korupsi di sektor swasta akan diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP). Dengan demikian, korupsi yang terjadi di sektor swasta bisa dijerat sanksi pidana.

"Rancangan KUHP juga menambahkan pasal yang tidak ada dalam UU Tipikor sekarang, seperti korupsi di sektor swasta," ujar anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PPP Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/1/2018).

Kompas TV DPR sejauh ini masih terus membahas perluasan pasal yang mengatur tentang perzinahan dan kriminalisasi kelompok LGBT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com