JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat sipil dari berbagai organisasi menolak dimasukannya pasal tentang pidana narkotika dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP).
Menurut mereka, pasal tersebut memberikan ketidakpastian hukum bagi pengguna narkotika.
"Kami menolak pidana narkotika diatur dalam R-KUHP," ujar Koordinator Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Totok Yulianto di Kantor LBH Masyarakat, Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Menurut Totok, pasal yang saat dimasukan dalam R-KUHP mengatur bahwa pemakai narkotika tidak cuma harus direhabilitasi.
Pasal tersebut juga mengatur bahwa pengguna dapat dikenai sanksi pidana.
Totok menilai hal itu merupakan kemunduran dalam pemberantasan narkotika di Indonesia. Sebab, yang seharusnya menjadi subjek penegakan hukum adalah pengedar dan bandar-bandar narkotika.
Sedangkan, pemakai adalah korban yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi.
Apalagi, dalam mengatasi permasalahan narkotika, pemerintah wajib memberikan akses kesehatan bagi para pemakai dan pecandu narkotika.
"Kami minta DPR tidak memasukan pidana narkotika dalam R-KUHP. Harus jadi evaluasi, bahwa tidak perlu memasukan aturan khusus soal narkotika, karena itu bisa diatur dalam undang-undang sendiri," kata Totok.