Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Dikepung Belanda, Pasukan Pengawal Siap Mati demi Bung Karno

Kompas.com - 03/01/2018, 10:04 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kisah soal pengamanan presiden dan wakil presiden sudah dilakukan sejak Indonesia merdeka meski belum terbentuk organisasi resmi seperti sekarang, Paspampres.

Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang berisikan polisi dan tentara yang sukarela melindungi Bung Karno menjadi cikal bakal organisasi Paspampres terbentuk. Delapan pemuda yang mengajukan diri sebagai perisai hidup Presiden Soekarno itu pun memiliki berbagai kisah heroik pada masa perjuangan.

Salah satunya pada Minggu, 19 Desember 1946. Ketika itu, pasukan Belanda mengepung Istana Presiden Yogyakarta, pusat pemerintahan Republik Indonesia yang juga kediaman resmi Bung Karno.

Pasukan baret hijau KST itu berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Van Beek.

Saat itu, Istana dipertahankan Kompi II Polisi Militer, di bawah komando Letnan I Soesatio dengan anak buah sekitar 100 orang. Pasukan yang mempertahankan Istana kalah jumlah dibandingkan pasukan Belanda.

Baca juga: 72 Tahun Lalu, Perintah Rahasia Bung Karno dan Cikal Bakal Paspampres

Melihat situasi semakin kritis, pengawal Bung Karno Letnan II Soekotjo Tjokroatmodjo mengusulkan agar Presiden segera melarikan diri.

"Pak, tinggalkan saya bersama sebagian anak-anak. Komandan segera selamatkan Presiden lewat pintu belakang Istana," kata Soekotjo kepada Soesatio, seperti dikutip dari buku Doorstoot Naar Djokja yang ditulis Julius Pour.

Mantan pengawal Bung KarnoRepro Buku 70 Tahun Paspampres Mantan pengawal Bung Karno
Setelah mempelajari situasinya, Soesatio setuju dengan usul Soekotjo.

"Mari kita tanya dulu ke Mayor Soegandhi," kata Soesatio.

Namun, Mayor Soegandhi yang merupakan ajudan Presiden Soekarno itu juga tidak berani mengambil keputusan.

"Kita bersama-sama saja ke Bapak," kata Soegandhi kepada Soesatio dan Soekotjo.

Baca juga: Tjakrabirawa, Paspampres Generasi Pertama dari Kisah Wayang Kulit

Di serambi belakang Istana, Presiden Soekarno sedang duduk bersama Menteri Luar Negeri Agoes Salim, Komodor Oedara Soerjadarma, dan Sekretaris Negara Ichsan.

Suara tembakan semakin tambah riuh, terasa sudah mulai mendekati Istana. Sementara itu, suara pesawat terbang rendah membuat suasana bertambah mencekam.

"Ono opo Tjo?" tanya Soekarno kepada Soekotjo.

Dengan lantang Soekotjo melapor, "Situasi sudah semakin kritis, Istana hampir dikepung, sedangkan bantuan pasukan tidak mungkin lagi bisa kita harapkan."

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com