Soekotjo pun lantas masuk ke poin inti yang akan ia sampaikan, yakni meminta Soekarno melarikan diri dari Istana.
"Bapak,... sebaiknya menyelamatkan diri ke arah barat, lewat pintu belakang, dikawal Pak Soesatio bersama anak-anak. Saya sendiri akan tetap di sini, mempertahankan Istana," kata Soekotjo.
Baca juga: Minta Bertemu Jokowi, Seorang Pria Ancam Tusuk Paspampres di Istana Negara
Bung Karno diam, memandang tajam ke arah Soekotjo. Sesaat kemudian, dia menjawab sambil mengacungkan tangannya ke atas, "Begini Tjo, Merah Putih tidak akan pernah menyerah."
Dengan nada kalimat berubah datar Bung Karno segera melanjutkan kalimatnya," ...tetapi, kita akan serahkan saja rumah ini, Istana ini."
Soekotjo yang saat itu masih berusia 21 tahun tak terima dengan keputusan Bung Karno yang menyerah kepada Belanda.
"Air mata atas tanpa sadar meleleh, tapi darah saya justru mendidih, mendengar penjelasan Bung Karno. Darah muda saya tentu saja dengan keras menolak," kata Sukotjo.
"Sudah empat tahun kita berjuang, kok kemudian malah gampang saja, memutuskan untuk menyerah? Ada apa ini?" tambah dia.
Perjuangan diplomasi
Waktu itu, Soekotjo hanya seorang komandan kompi. Dengan demikian, ia belum memperoleh informasi bahwa sidang Kabinet baru saja memutuskan, Presiden dan seluruh pemimpin RI yang masih tertinggal di Istana akan tetap berada di sana untuk mencoba meneruskan tahap baru perjuangan. Tidak lagi bertempur, akan tetapi mencoba sebuah cara lain, yakni jalan diplomasi.
Bung Karno kemudian memerintahkan Letnan I Soesatio menghentikan perlawanan. Sekitar 80 pucuk senapan Lee Enfield beserta seluruh persenjataan anggota Kompi II Polisi Militer diletakkan di halaman rumput depan Istana.
Dengan kedua tangan di atas kepala, seluruh polisi militer, termasuk Soekotjo, diminta berjalan ke luar Istana oleh pasukan Belanda. Soekotjo yang saat itu masih tidak terima dengan keputusan Soekarno untuk menyerah mencoba melarikan diri dari pasukan Belanda dan berhasil.
Dia kemudian kembali ke satuannya dan bergabung dengan prajurit lain melakukan perang gerilya untuk mengusir tentara Belanda dari Yogyakarta. Setelah situasi kondusif, Sukotjo bersama dengan timnya kembali dan mengambil alih penjagaan Istana Merdeka, Jakarta.
Seiring berjalannya waktu, Soekotjo akhirnya mengerti alasan Bung Karno ketika itu memilih menyerah kepada Belanda. Hal ini sempat diceritakan Soekotjo kepada anaknya, Chandra W Soekotjo.
"Di kemudian hari beliau menyadari justru dengan ditawannya Bung Karno oleh Belanda itu akan memperlemah posisi Belanda itu sendiri," kata Chandra saat wawancara dengan Kompas.com beberapa waktu lalu.
****