Setelah serangkaian sidang, hakim memvonis AM Fatwa 18 tahun penjara pada Desember 1985.
Harian Kompas edisi 28 Agustus 1998 menyebut rangkaian sidang itu "spektakuler". Ini dikarenakan sidang berjalan panjang dari siang hingga malam, yang bahkan pernah membuat Fatwa pingsan.
Pleidoi AM Fatwa dalam sidang itu pun tercatat setebal 1.188 halaman. Tidak hanya itu, kuasa hukumnya, Adnan Buyung Nasution, dicabut izin praktiknya oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh atas tuduhan menghina peradilan.
"Saya gembira bukan karena dihukum 18 tahun. Tetapi, karena sudah dipertontonkan sebuah sandiwara pada Orde Baru ini," kata mantan aktivis PII dan HMI itu.
(Baca juga: BJ Habibie: Saya Tidak Mau Berpisah dengan AM Fatwa...)
Tidak Anti-Pancasila
AM Fatwa keluar dari penjara pada 23 Agustus 1993, setelah menjalani hukuman sembilan tahun dari vonis 18 tahun yang diterimanya. Dilansir dari Harian Kompas edisi 27 Oktober 1995, sebelum keluar dari penjara AM Fatwa menulis sebuah kertas kerja yang menggambarkan pemikiran seorang tahanan politik.
Kertas kerja itu sendiri merupakan inisiatif Hendropriyono, yang saat itu menjabat Panglima Kodam Raya berpangkat Mayjen TNI. Inisiatif itu dibuat karena pemerintah ingin memahami pemikiran para tahanan politik.
Dalam kertas kerja itu, AM Fatwa menulis bahwa meski dituduh subversif dan melawan ideologi negara, dia mengaku tidak anti terhadap Pancasila.
"Saya menghayati dan mengamalkan Pancasila, justru saya seorang Muslim," demikian judul kertas kerja yang ditulis AM Fatwa.
(Baca juga: Cerita Anies tentang AM Fatwa yang Kerap Menginap di Rumahnya di Jogja)