Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Nyatakan Tidak Dapat Menerima Tujuh Permohonan Uji Materi Perppu Ormas

Kompas.com - 12/12/2017, 16:35 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak dapat menerima tujuh permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Para pemohon menilai, tidak terdapat kondisi mendesak atau hal kegentingan sebagai dasar penerbitan Perppu Ormas.

Selain itu, pemohon juga berpendapat bahwa Perppu Ormas berpotensi membatasi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul karena pemerintah memiliki kewenangan membubarkan suatu ormas tanpa proses peradilan.

Namun, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima.

"Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Arief saat membacakan putusan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 12/12/2017.

(baca: Perppu Ormas Disahkan, Pemerintah Kini Bisa Bubarkan Ormas)

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan permohonan pemohon tidak lagi memiliki objek.

Sebab, sebelum dilakukan pemeriksaan lebih jauh, DPR dalam rapat paripurna pada 24 Oktober 2017, telah menyetujui Perppu Ormas menjadi undang-undang.

Selanjutnya, pada 22 November 2017, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan perppu tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017 tentang pengesahan Perppu Ormas menjadi Undang-Undang.

"Oleh kerena itu, MK berpendapat Perppu Ormas yang menjadi objek pemohon telah tidak ada sehingga permohonan para pemohon telah kehilangan objek," tutur Arief.

(Baca juga : Dukung Perppu Ormas, SBY Minta Kader Demokrat Tak Khawatir Di-bully)

Dari tujuh pemohon yang mengajukan gugatan, hanya satu pemohon yang hadir dalam sidang, yakni Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) untuk perkara nomor 49/PUU-XV/2017.

Sementara, enam pemohon yang tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan adalah Afriady Putra bersama Organisasi Advokat Indonesia, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, Dewan Pengurus Pusat Aliansi Nusantara, Yayasan Sharia Law Alqonuni, Tim Advokasi Cinta Tanah Air dan Eggi Sudjana.

Pihak perwakilan DPR juga tidak hadir dengan alasan Perppu tersebut sudah disetujui menjadi undang-undang.

(Baca juga : Jusuf Kalla Sebut Sikap PAN Tak Etis Tolak Perppu Ormas)

Sedangkan pihak pemerintah diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri.

Sebelumnya, Perppu Ormas telah disahkan oleh DPR sebagai undang-undang melalui Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Perppu tersebut disahkan menjadi undang-undang melalui mekanisme voting karena seluruh fraksi pada rapat paripurna gagal mencapai musyawarah mufakat meskipun telah dilakukan forum lobi selama dua jam.

Tercatat tujuh fraksi yang menerima Perppu tersebut sebagai undang-undang, yakni fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat dan Hanura.

Namun, Fraksi PPP, PKB dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu.

Tiga fraksi lainnya, yakni PKS, PAN dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.

Kompas TV Partai Demokrat menyerahkan naskah akademik revisi Perppu Ormas nomor 2 tahun 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com