JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam kurun tiga bulan terakhir, Gunung Agung mengalami beberapa kali erupsi. Puncak erupsi terjadi pada 21 hingga 22 November 2017. Bahkan, pekan lalu, dalam 10 jam terjadi enam kali letusan.
Status Gunung Agung pun telah lama dinaikkan dari siaga menjadi awas.
Anggota Satuan Pembinaan Masyarakat di Polres Karangasem, Aipda Eko Waluyo mengatakan, aktivitas Gunung Agung tidak bisa diprediksi. Sewaktu-waktu bisa kembali erupsi ataupun meletus.
Eko mengimbau masyarakat untuk segera mengungsi sebelum kondisinya menjadi parah, terutama di daerah yang jaraknya 3 hingga 10 meter dari kawah gunung.
"Kami imbau agar mereka sementara waktu meninggalkan tempat, mengungsi, karena status Gunung Agung masih berada di level awas yang setiap waktu bisa terjadi erupsi," ujar Eko saat ditemui di aula pengungsian Desa Bugbug, Karangasem, Senin (11/12/2017) malam.
(Baca juga: Polisi Jamin Keamanan Rumah yang Ditinggalkan Pengungsi Bencana Gunung Agung)
Eko mengatakan, meski sudah diimbau dan disampaikan risikonya, masih banyak warga yang enggan beranjak dari kediamannya. Oleh karena itu, warga diminta memahami betul langkah-langkah penyelamatam diri jika terjadi erupsi.
Pertama, kata dia, warga harus tahu ke mana harus menyelamatkan diri jika gunung erupsi atau meletus.
"Kenali dulu jalur evakuasi, titik kumpul di mana, dan sarana yang dipakai apa," kata Eko.
(Baca juga: Cara Polisi Yakinkan Warga Sekitar Gunung Agung agar Mau Mengungsi)
Selain itu, ada pula perlengkapan yang harus disiapkan warga. Pertama, warga harus menyiapkan tas kecil berisi perlengkapan yang melekat pada tubuh, seperti topi, masker, kacamata untuk menghindari masuknya debu, dan sarung tangan agar tidak terkena debu.
"Kemudian air mineral untuk menghilangkan debu, membasahi masker, dan senter karena kalau erupsi kan gelap," kata Eko.
Imbauan tersebut juga disosialisasikan ke setiap pengungsian oleh polisi yang bertugas.