Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Yerusalem, Jokowi Dinilai Perlu Koalisi dengan Empat Negara

Kompas.com - 11/12/2017, 12:18 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, Indonesia perlu membentuk koalisi internasional untuk meredam gejolak pasca-pengumuman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Belum lama ini, Trump mengumumkan perpindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem untuk melaksanakan undang-undang yang diterbitkan pada 1995, yakni Jerusalem Embassy Act 1995.

Menurut Hikmahanto, inisiatif dapat dimulai saat Presiden Joko Widodo menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) di Istanbul, Turki, pada 13 Desember 2017.

"Untuk meredam reaksi dunia dan perdamaian dunia tidak terancam, maka perlu dilakukan langkah bersama masyarakat internasional," ujar Hikmahanto saat dihubungi, Senin (11/12/2017).

"Cara damai yang dapat ditawarkan oleh Indonesia adalah membangun sebuah koalisi. Koalisi yang dibangun adalah koalisi memerdekakan Palestina dengan memiliki wilayah dalam waktu dekat," kata Hikmahanto.

(Baca juga: Soal Yerusalem, Perwakilan NU dan Wahid Foundation Temui Dubes AS)

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2017)KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2017)
Dalam kaitan pembentukan koalisi, lanjut Hikmahanto, Indonesia dapat membuat inisiatif dalam bentuk proposal untuk kemudian disetujui oleh negara-negara besar, terutama China, Rusia, Inggris, dan Perancis.

Koalisi tersebut harus fokus dua isu utama yang harus diselesaikan, yakni mendorong Trump meninjau atau mempertimbangkan kembali keputusannya yang dibuat dan upaya agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman baru di Yerusalem.

"Proposal yang menjadi tawaran harus disusun berdasarkan bagaimana reaksi dunia dan apa yang menjadi solusi," tuturnya.

Hikmahanto menuturkan, reaksi koalisi harus mencakup tiga hal utama. Pertama terkait bagaimana reaksi elite politik.

Kedua, reaksi masyarakat, terutama dalam melihat kekerasan akibat bentrokan antara masyarakat dan otoritas setempat.

Ketiga, mengenai langkah konkret apa yang akan dilakukan oleh pemerintah setempat untuk merespons pengumuman Trump.

"Dalam menyusun reaksi dunia, Presiden Jokowi dapat meminta Kementerian Luar Negeri untuk meminta perwakilan negara memberikan asesmen atas reaksi pengumuman Trump," kata Hikmahanto.

(Baca juga: Jusuf Kalla Sebut Pengakuan AS atas Yerusalem Picu Harga Minyak Dunia Naik)

Kota Yerusalem, menjadi ganjalan utama proses perdamaian Israel-Palestina.Thinkstock Kota Yerusalem, menjadi ganjalan utama proses perdamaian Israel-Palestina.
Berbagai reaksi negara tersebut kemudian diformulasikan dalam suatu model. Hal ini untuk menunjukkan kepada berbagai negara bahwa pengumuman Trump berdampak luar biasa pada perdamain di suatu negara dan perdamaian dunia.

Selanjutnya, kata Hikmahanto, Indonesia dapat menawarkan kepada dunia untuk tidak menggunakan kekerasan sebagai solusi.

"Bila koalisi ini terbentuk diharapkan Presiden Trump memikirkan kembali keputusannya dan Israel segera menghentikan pembangunan pemukiman baru bagi warganya," ucapnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com