Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto "Menghilang", MKD Akan Gelar Rapat

Kompas.com - 16/11/2017, 08:23 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Kehormatan Dewan akan menggelar rapat pada Kamis (16/11/2017) ini. Rapat akan menyikapi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang melakukan upaya jemput paksa terhadap Ketua DPR Setya Novanto.

Namun, upaya jemput paksa itu gagal karena Novanto tak ada di rumah dan belum diketahui keberadaannya.

"Besok (hari ini) kami akan agendakan rapim dan pleno Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Di samping bahas laporan yang masuk, kami juga akan membahas perkembangan kasus Pak Novanto ini di KPK," kata Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding saat dihubungi, Rabu (15/11/2017) malam.

Sudding mengatakan, dengan keluarnya surat perintah penangkapan dari KPK terhadap Novanto, otomatis yang bersangkutan tidak bisa lagi menjalankan tugas kesehariannya sebagai Ketua DPR.

"Bisa dianggap ia berhalangan. Dalam konteks itu, saya kira MKD akan menyikapi perkembangan kasus Setya Novanto ini," ucapnya.

(Baca juga: "Drama" Lima Jam, Kronologi Upaya KPK Menangkap Setya Novanto)

Sudding enggan berandai-andai apakah MKD akan menonaktifkan Novanto dari posisi Ketua DPR. Menurut dia, semua tergantung hasil rapat dan perkembangan selanjutnya.

Sudding hanya mengatakan, apabila Novanto lengser dari Ketua DPR, Fraksi Partai Golkar harus segera menyiapkan pengganti. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"UU MD3 mengatakan, pergantian pimpinan di alat kelengkapan Dewan ataupun di DPR tergantung fraksinya," ucapnya.

(Baca juga: KPK Belum Simpulkan Setya Novanto Melarikan Diri)

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan DPR Sarifuddin Sudding di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/9/2017).KOMPAS.com/ MOH NADLIR Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan DPR Sarifuddin Sudding di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Penyidik KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) pukul 21.40.

Penyidik sudah mengantongi surat penangkapan Novanto yang sebelumnya beberapa kali mangkir dari panggilan KPK. Namun, Ketua Umum Partai Golkar tersebut tak ada di rumah.

KPK kemudian mengimbau Novanto segera menyerahkan diri.

(Baca: KPK Imbau Setya Novanto Menyerahkan Diri)

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada Jumat (10/11/2017). Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, serta dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Kompas TV Rumah Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dijaga ketat puluhan anggota Brimob
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com