JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Ketua DPR Setya Novanto Fredrich Yunadi mengatakan, kliennya tidak berada di rumah saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba di kediamannya di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) malam, pukul 21.40 WIB.
Fredrich mengatakan, penyidik datang ke kediaman Novanto dengan surat perintah penangkapan dan penggeledahan.
"Saya bilang, 'silakan saja cari, kalau mau tunggu ya silakan'. Saya enggak bisa mengusir, kan? Silakan saja tunggu," kata Fredrich di kediaman Novanto, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017) dinihari.
"Akhirnya enggak sampai lama mereka bilang, 'boleh enggak saya geledah?' Saya bilang, silakan," ucap Fredrich Yunadi.
(Baca juga: Ini Alasan KPK Terbitkan Surat Perintah Penangkapan Setya Novanto)
Ia mengaku, penyidik KPK menunggu kedatangan Novanto sekitar 40 menit sejak mereka diperkenankan masuk ke rumah, pada pukul 21.44 WIB. Selebihnya, mereka menggeledah rumah Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Mereka menggeledah rumah Novanto hingga pukul 02.43 WIB. Setelah itu mereka keluar dari dari rumah Novanto dengan membawa tas, koper, dan alat perekam CCTV.
"Mereka datang dengan sopan. Memberitahukan ada surat perintah penangkapan. Ada surat tugas dan surat penggeledahan. Mereka bekerja secara profesional," ujar Fredrich.
Penyidik KPK keluar setelah lima jam berada di kediaman Novanto. Sepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya.
(Baca juga: "Drama" Lima Jam, Kronologi Upaya KPK Menangkap Setya Novanto)
Seperti diketahui, KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017).
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.