JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menilai, tak ada unsur tindak pidana terkait surat perpanjangan pencekalan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang dikeluarkan lembaganya.
Hal itu disampaikannya menanggapi pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang menyebutkan ada kemungkinan penyidikan terhadap dua pimpinan KPK dihentikan jika keterangan ahli menyatakan tidak ada unsur tindak pidana terkait surat tersebut.
"Ya, rasanya memang tidak ada unsur pidananya," kata Agus ditemui usai menghadiri pelantikan pejabat Kejaksaan Agung di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Agus dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dilaporkan pengacara Novanto, Sandy Kurniawan, atas dugaan membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat terkait Novanto.
Baca juga: Kata Novanto soal Tanggapan Jokowi Terkait SPDP Pimpinan KPK
Agus menjelaskan, surat perpanjangan pencekalan terhadap Setya Novanto dikeluarkan KPK dan ditandatangani Saut Situmorang, dalam kapasitas Novanto sebagai saksi.
"Itu pencekalannya tidak terkait dengan beliau yang dibatalkan (status tersangkanya) oleh praperadilan," kata Agus.
"Tetapi, pencekalannya terkait dengan beliau (Novanto) yang menjadi saksi," lanjut dia.
Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Novanto berstatus sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong alias Andi Agustinus.
"Jadi kalau diperpanjang wajar saja. Kalau habis, diperpanjang," kata Agus.
Terkait surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP), Tito Karnavian mengatakan, polisi tengah meminta keterangan ahli.
"Kalau nanti keterangan ahli menyatakan bahwa ini tidak ada, bukan tindak pidana, kami hentikan," kata Tito di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Penyidik Tak Sebar SPDP Dua Pimpinan KPK ke Publik
Tito mengatakan, penyidikan di Polri berbeda dengan di KPK. Di kepolisian, terbitnya SPDP bukan berarti sudah ada tersangka.
Selain itu, penyidikan yang dilakukan Polri juga bisa dihentikan. Hal ini mengacu kepada aturan di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Surat menyurat yang dimaksud dalam pelaporan ke polisi adalah permintaan cegah ke pihak Imigrasi terhadap Novanto yang terbit pada 2 Oktober 2017. Surat tersebut dikeluarkan setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Novanto.
Dalam putusan itu, dinyatakan penetapan tersangka Novanto tidak sah dan batal demi hukum. Hakim praperadilan Cepi Iskandar juga meminta KPK menghentikan penyidikan terhadap Novanto dalam putusan tersebut.
Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penetapan pencegahan terhadap Novanto tidak dibatalkan dalam sidang praperadilan.
Hakim, menurut Febri, tidak mengabulkan pengajuan dari pihak Novanto dalam petitum ke-4, yang meminta untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Novanto yang dilakukan KPK.