JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani berbohong saat mengaku ditekan dan diancam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu dikatakan majelis hakim dalam sidang pembacaan vonis terhadap Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).
Dalam pertimbangannya, hakim menganggap Miryam dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi di Pengadilan.
"Keterangan terdakwa yang mengatakan ditekan dan diancam adalah keterangan yang tidak benar. Hal itu bertentangan dengan fakta, saksi dan alat bukti lain," ujar hakim Anwar saat membacakan pertimbangan putusan.
(Baca juga: Miryam S Haryani Divonis 5 Tahun Penjara)
Menurut hakim, pernyataan Miryam yang mengaku ditekan oleh penyidik KPK berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan tiga penyidik saat dihadirkan di persidangan. Menurut para penyidik, saat dilakukan pemeriksaan, Miryam diberikan kesempatan beristirahat dan makan siang.
Selain itu, selama empat kali pemeriksaan, Miryam selali diberikan kesempatan membaca, memeriksa dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.
Adapun, barang bukti berupa video pemeriksaan Miryam di Gedung KPK telah diperiksa oleh tim ahli psikologi forensik. Pemeriksaan itu kemudian dibuat dalam laporan analisis.
"Sebagaimana ahli tidak menemukan adanya tekanan, karena banyak pertanyaan pendek penyidik, dijawab dengan panjang lebar oleh terdakwa. Ahli mengatakan, dapat disimpulkan tidak ditemukan adanya tekanan," kata Anwar.
(Baca juga: Hakim Heran "Karangan" Miryam soal Bagi Uang Cocok dengan Saksi Lain)
Kemudian, hakim sependapat dengan keterangan ahli pidana Noor Aziz Said. Menurut ahli, daya paksa berupa tekanan atau ancaman harus nyata dirasakan, bukan sekadar anggapan.
"Terdakwa mengatakan terisolir, tapi dapat keluar masuk ruangan. Laporan ahli psikologi forensik menyatakan tidak ada tekanan dan pemaksaan, sehingga pencabutan keterangan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata Anwar.
Hakim menilai Miryam telah dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.
(Baca juga: Saat Miryam Merasa Pemeriksaan KPK Tak Seseram yang Dikatakan Anggota DPR...)