Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterangan Palsu Miryam yang Berujung Tuntutan 8 Tahun Penjara

Kompas.com - 24/10/2017, 09:34 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar terdakwa pemberian keterangan palsu Miryam S Haryani dihukum delapan tahun penjara.

Mantan politisi Partai Hanura itu dianggap dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi di pengadilan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.

Terdapat beberapa pertimbangan jaksa yang menilai Miryam merekayasa seluruh keterangannya dalam persidangan. Pertama, tidak benar Miryam ditekan oleh penyidik.

"Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, para penyidik tidak pernah memberikan tekanan," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/10/2017) malam.

(Baca juga: Miryam S Haryani Dituntut 8 Tahun Penjara)

Menurut keterangan tiga penyidik KPK, yakni Ambarita Damanik, Novel Baswedan dan MI Susanto, Miryam selalu diberikan kesempatan membaca, memeriksa dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.

Ahli hukum pidana dan ahli psikologi forensik yang melakukan observasi dan memberikan keterangan di persidangan meyakini bahwa tidak ada penekanan yang dilakukan penyidik terhadap Miryam.

Melalui video pemeriksaan yang diputar, terlihat jelas bahwa proses pemeriksaan berjalan santai.

Miryam pernah mengaku diancam dan ditakuti oleh Novel Baswedan. Menurut dia, Novel berkata bahwa Miryam seharusnya ditangkap pada tahun 2010 lalu, karena kasus korupsi.

Namun, jaksa merasa ketakutan Miryam tersebut tidak masuk akal. Sebab, dalam persidangan Miryam menyatakan tidak pernah melakukan kesalahan pada 2010. Dengan demikian, sewajarnya Miryam tidak perlu merasa takut dengan kata-kata Novel tersebut.

"Terdakwa menyatakan tidak berbuat kesalahan pada 2010. Maka tidak logis jika merasa tertekan," kata jaksa.

(Baca juga: Saat Miryam Merasa Pemeriksaan KPK Tak Seseram yang Dikatakan Anggota DPR...)

Hal lainnya yang menegaskan Miryam berbohong di pengadilan adalah, perbandingan keterangan dia dengan saksi-saksi lainnya.

Miryam mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik. Namun, saksi-saksi lain justru memberikan keterangan yang sama dengan yang dijelaskan Miryam dalam BAP.

"Cerita yang dikarang di BAP sangat sistematis dan sesuai dengan saksi lainnya," kata jaksa.

(Baca juga: Hakim Heran "Karangan" Miryam soal Bagi Uang Cocok dengan Saksi Lain)

Menurut jaksa, kesamaan terjadi pada kronologi penyerahan uang dan jumlah uang yang diterima Miryam dan yang dibagikan kepada sejumlah anggota DPR.

Dalam proses penyidikan, Miryam sempat membuat catatan tulisan tangan mengenai pembagian uang. Dia bahkan meminjam kalkulator untuk memastikan perhitungannya pas mengenai uang yang dibagikan kepada anggota DPR.

Jaksa KPK menilai perbuatan Miryam telah menghambat proses penegakan hukum dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Selain itu, jaksa menilai Miryam tidak menghormati lembaga peradilan dan menodai kemuliaan sumpah. Kemudian, jaksa menilai, Miryam sebagai anggota DPR tidak memberikan contoh kepada masyarakat untuk bersikap jujur.

Kompas TV Sidang kasus pemberian keterangan tidak benar dengan terdakwa Miryam S Haryani kembali dilanjutkan di pengadilan tipikor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com