Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

POM TNI Akui Tak Bentuk Tim Koneksitas Usut Kasus AW 101

Kompas.com - 08/11/2017, 14:21 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pembinaan Penyidikan Polisi Militer (POM) TNI Bambang Sumarsono mengakui pihaknya tidak membentuk tim koneksitas dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AugustaWestland 101 bersama Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal ini disampaikan Bambang saat dihadirkan KPK sebagai saksi fakta dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017).

Praperadilan ini diajukan oleh Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi AW 101.

(Baca juga : POM TNI: KPK Berwenang Usut Kasus Helikopter AW 101)

Pengacara Irfan, Maqdir Ismail, awalnya bertanya kepada Bambang terkait tim koneksitas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer.

Pasal 198 ayat (2) UU tersebut mewajibkan adanya tim yang terdiri dari Polisi Oditur Militer dan penyidik dalam lingkungan peradilan umum apabila perkara juga melibatkan masyarakat umum.

"Sepanjang yang saudara ketahui dalam perkara ini, apakah pelaksanaan ketentuan tim koneksitas sudah dilaksanakan apa belum?" tanya Maqdir.

Bambang mengakui bahwa ketentuan tersebut belum dilaksanakan.

"Tidak melaksanakan," jawab Bambang singkat.

(Baca juga : KPK Tegaskan Kewenangan Bersama TNI Usut Kasus Pembelian Helikopter AW 101)

Maqdir juga bertanya apakah UU 31/1997 yang mengatur tim koneksitas sudah pernah mengalami perubahan.

Bambang menjawab bahwa UU itu belum pernah berubah.

"UU 31 ya masih seperti yang dulu," kata dia.

Kendati mengakui tak menjalankan ketentuan terkait tim koneksitas, namun Bambang menekankan bahwa POM TNI sudah berulangkali berkoordinasi dengan KPK dalam kasus dugaan korupsi helikopter AW 101 ini.

"Kami menanyakan ke penyidik itu sudah dilakukan rapat koordinasi," ucap Bambang.

Irfan Kurnia Saleh mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dia sebagai tersangka oleh KPK.

(Baca juga : Pembelian Heli AW 101 Diduga Rugikan Negara Rp 220 Miliar)

Salah satu aspek yang dipersoalkan dalam gugatan praperadilan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer.

Dalam kasus ini, TNI menetapkan lima orang tersangka dari jajarannya. Sementara, KPK hanya menetapkan satu tersangka, yakni Irfan, sebagai pihak swasta.

Pembelian helikopter ini bermasalah karena adanya dugaan penggelembungan dana dalam pembeliannya.

Awalnya, pengadaan dikhususkan pada heli jenis VVIP untuk keperluan presiden. Anggaran untuk heli tersebut senilai Rp 738 miliar.

Meski ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan.

Jenis heli diubah menjadi heli untuk keperluan angkutan. Selain itu, heli yang dibeli tersebut tidak cocok dengan spesifikasi yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara.

Misalnya, heli tidak menggunakan sistem rampdoor. Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com