Bambang mengatakan, saat ini memang sudah ada sejumlah daerah yang menerapkan sistem e-planning, e-budgeting, dan e-procurement. Namun, pemerintah pusat berupaya membuat sistem ini secara nasional sehingga semua provinsi, kabupaten dan kota bisa menjalankannya.
"Misalnya kota Surabaya sudah gabungin semua. Jadi masih inisiatif dan belum jadi model nasional," kata Bambang.
Bambang menargetkan oerpres bisa selesai pada akhir tahun ini. Dengan begitu, sistem transparansi ini bisa diterapkan dan OTT bisa berkurang secara masif mulai tahun 2018 mendatang.
Disambut baik
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, perpres ini dibuat karena kekhawatiran Presiden Jokowi akan OTT yang belakangan terus terjadi.
"OTT itu sudah mengkhawatirkan. Banyak kepala daerah kena OTT artinya korupsi makin marak. Korupsi yang dikeluhkan oleh katakan lah praktek suap menyuap itu yang selalu dihimbau Presiden agar semua hindari itu," kata Teten.
Selain e-planning, e-budgeting, dan e-procurement, menurut Teten, sistem berupa perizinan juga akan diatur dalam perpres ini.
"Saya rasa OTT banyak terkait pemberian izin. Kalau sistem sudah online, suap menyuap dikurangi, ya praktik OTT bisa berkurang," ujar dia.
(Baca juga: Jokowi: Kalau Saya Tegur Kepala Daerah, Itu Memang Tugas Saya)
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo menyambut baik sistem transparansi yang akan dibangun oleh Presiden Jokowi ini.
Ia menilai, sistem pencegahan ini memang diperlukan karena banyak kepala daerah memang khawatir kebijakan yang diambilnya berujung kepada ranah pidana.
"Tentu saja tidak boleh melanggar aturan, tapi tidak boleh takut dengan aparat hukum, kalo takut ya semuanya jadi lambat," ucap Gubernur Sulawesi Selatan ini.