Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: PNPS Penodaan Agama Melanggar HAM Warga Ahmadiyah

Kompas.com - 23/10/2017, 14:09 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan, sejatinya Undang-Undang Nomor 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama tidak boleh menghilangkan hak asasi warga negara atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Menurut Imdadun, PNPS telah mendestruksi fungsi negara dalam melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Selain itu, peraturan tersebut seringkali dijadikan dasar dalam membuat peraturan daerah yang sifatnya diskriminatif terhadap kelompok minoritas, misalnya terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Hal itu disampaikan Imdadum saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi atas UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).

(Baca: Ahmadiyah Ada Sejak 1925, Setelah 2008 Diperlakukan Diskriminatif)

Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terhadap minoritas akibat adanya UU yang tidak selaras dengan UUD 1945. Regulasi yang tidak selaras antara lain UU Nomor 1 PNPS tahun 1965.

"UU ini dalam kenyataannya mendestruksi negara dan membenarkan aparat negara untuk melakukan tindakan diskriminatif. Ini tidak lazim. UU ini bermasalah," ujar Imdadun.

Imdadun menjelaskan, kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi.

Ketentuan tersebut secara jelas diatur dalam pasal 28 dan pasal 29 UUD 1945 serta beberapa norma hukum internasional.

(Baca: Anggota Jemaah Ahmadiyah Ajukan Uji Materi ke MK, Apa yang Digugat?)

Dalam perjalanannya, lanjut Imdadun, PNPS telah memunculkan berbagai tafsir sehingga menjadi dasar pembentukan berbagai peraturan daerah yang melanggar kebebasan warga JAI.

Menurut Imdadun, setidaknya ada 5 provinsi dan sekitar 20 kabupaten yang menerbikan peraturan pelarangan kegiatan warga JAI.

Melihat fakta tersebut, Imdadun meminta MK menyatakan bahwa UU No 1/PNPS /1965 bertentangan dengan UUD 1945 jika dijadikan dasar pelarangan beragama dan berkeyakinan dan menjalankan kegiatan keagamaan di tempat ibadahnya masing masing.

"Dampak turunannya, muncul persepsi bahwa pemerirntah berhak melarang. UU No 1/ PNPS/1965 harus mendapatkan penafsiran yang jelas agar tidak menimbulkan multi tafsir khususnya pada hak beribadah sesuai agama dan mengekpresikan keagamaanya di tempat umum," kata Imdadun.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim MK Arief Hidayat tersebut hadir perwakilam JAI sebagai saksi dan perwakilan Dewan Dakwah Indonesia sebagai pihak terkait.

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com