Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty Indonesia: Untuk Kebebasan Berekspresi, Rapor Jokowi-JK "Merah"

Kompas.com - 19/10/2017, 15:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dianggap gagal memperjuangkan kebebasan berekspresi.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menilai, pada era Jokowi-JK, kasus-kasus berkaitan dengan kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkeyakinan justru meningkat.

"Untuk kebebasan berekspresi, rapornya merah. Yang terjadi justru pemerosotan, pemunduran, bahkan membalikkan keadaan sebelumnya yang lebih baik dalam kebebasan berekspresi," ujar Usman, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Usman mengatakan, UU mengatur kebebasan berekspresi warga negara beserta batasannya.

Nyatanya, masih banyak laporan kepada penegak hukum yang berkaitan dengan hak asasi seseorang.

Misalnya, kata Usman, pasal-pasal terkait dugaan makar, penodaan agama, dan pencemaran nama baik.

Baca: Pasal Penebaran Kebencian dalam RUU Terorisme Ancam Kebebasan Berekspresi

Bahkan, jumlah kasus penodaan agama meningkat pada era Jokowi.

"Angka ini meroket dari sebelumnya di era SBY. Tapi tidak ada tanda-tanda pemerintah sekarang untuk mengurangi angka pemidanaan atas tuduhan penodaan agama," kata Usman.

Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK dianggap kurang memerhatikan kelompok agama minoritas.

Usman mengatakan, Jokowi seolah tak berdaya menghadapi penutupan rumah ibadah di sejumlah tempat dan pembubaran kegiatan ibadah kelompok minoritas karena tekanan massa.

"Pemerintah menggunakan Pancasila sebagai ideologi terbuka dan melindungi minoritas. Tetapi gagal, tidak secara konkrit pembelaan pada minoritas dan penutupan rumah ibadah," kata Usman.

Contoh lainnya, pembubaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang diawali dengan surat keputusan bersama tiga menteri bahwa kelompok tersebut memiliki ajaran menyimpang.

Belum lagi soal isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia dengan adanya kegiatan yang mengulas peristiwa 1965. 

Baca: Konsolidasi Politik Jokowi Diharapkan Tak Ancam Kebebasan Berekspresi

Awalnya, kegiatan tersebut diperbolehkan. Salah satunya dengan kegiatan Simposium 65. Namun, belakangan keadaan mulai berbalik.

Hal tersebut mengancam para penyintas, korban, dan aktivis yang memperjuangkan pengungkapan kebenaran di balik peristiwa tersebut.

"Di mana-mana ruang untuk mendiskusikan peristiwa 65 dapat perlawanan," kata Usman.

Ia mengatakan, kriminalisasi juga dilakukan terhadap para petani yang memperjuangkan lahannya yang digusur untuk pembangunan.

Bukannya melindungi, kata Usman, pemerintah melalui aparat kepolisian justru melakukan tindakan represif dan kekerasan.

"Waktu makin sempit buat pemerintahan Jokowi-JK, tapi masih ada waktu untuk memperbaiki," kata Usman.


Kompas TV Kivlan Zein laporkan Kabid Advokasi LBH Jakarta Muhammad Isnur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com