JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan setuju dengan permintaan Komisi III DPR untuk tidak memeriksa calon kepala daerah menjelang pemilihan umum.
Namun, langkah KPK ini dinilai Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa semua orang sama di hadapan hukum.
Menurut dia, semua orang seharusnya di hadapan hukum, tidak peduli dia calon kepala daerah, menteri dan sebagainya. Bonyamin mengatakan, KPK seharusnya menolak permintaan Komisi III tersebut.
"Itu kan perintah UUD '45, bahwa semua sama di hadapan hukum. Kalau Komisi III itu meminta boleh-boleh saja, orang namanya meminta, yang salah itu kalau KPK menyanggupi," kata Boyamin, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (17/9/2017).
(Baca juga: KPK Tak Akan Periksa Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada)
Jika KPK sebatas tidak mengumumkan nama pihak-pihak yang masih dalam proses penyelidikan, dia menilai hal tersebut masih dapat dibenarkan.
Akan tetapi, kata dia, KPK tidak boleh menunda pemeriksaan hanya karena menjelang pilkada. Apalagi, kalau kasusnya sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sudah ada bukti yang cukup.
"Tidak boleh digantungkan, 'wah orang ini sedang calon', tidak boleh. Justru rakyat butuh pemimpin yang bersih, KPK harus umumkan orang-orang seperti ini," ujar Boyamin.
"Kalau penyelidikannya sudah kuat dan ditingkatkan ke penyidikan, ya diumukan, tidak peduli besok pemilu atau apa," kata dia.
Hal ini, menurut dia, membantu rakyat untuk mendapat calon kepala daerah yang benar-benar bersih.
"Nanti apa gunanya kalau kemudian dia dilantik terus jadi tersangka," ujar Boyamin.
Keputusan KPK menyanggupi permintaan Komisi III dikhawatirkan merembet tidak hanya pada kasus pilkada saja, tetapi momen lain seperti pemilihan legislatif atau lainnya. Semua pihak nanti malah meminta hal yang sama.
"Nanti kepala desa minta ke kapolseknya karena ini menjelang pilkades enggak boleh, kan. Terus semua orang juga gitu, nanti perusahaan ini menjelang RUPS tolong jangan diganggu. Artinya semua orang akan meminta yang sama. Nanti DPR juga meminta seperti itu, karena menjelang pileg," ujar Boyamin.
Soal pernyataan Komisi III yang menyatakan ada nota kesepahaman mereka dengan mantan Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiqurrahman Ruqi soal hal ini, Boyamin menilai kesepakatan yang tidak benar sebaiknya tak usah diteruskan.
"Kalau kesepakatannya salah masa mau diteruskan salah," ujar dia.