JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Henry Yosodiningrat mengaku heran setiap membaca alasan KPK menanggapi temuan pansus.
Henry menuding KPK membangun opini ketika menanggapi temuan pansus.
"Saya selalu geli, ketawa sendiri kalau baca alasan yang mereka sampaikan yang berkaitan dengan temuan pansus," kata Henry, dalam diskusi "Pansus KPK dan Quo Vadis Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Jumat (28/7/2017).
Henry mengatakan, saat ini pansus berhadapan antara opini dengan fakta. Dia merasa KPK adalah pihak yang membangun opini dalam menghadapi pansus. Dengan nada menyindir, Henry mengakui kehebatan KPK dalam membangun opini.
"Kehebatan mereka bahkan saya yakin mereka punya tim untuk meng-create, ciptakan opini yang justru menyesatkan," ujar politisi PDI-P ini.
Henry mengaku sudah lama mengendus ketidakberesan di tubuh lembaga anti korupsi tersebut. Tanpa menyebut sumbernya, informasi itu ada yang dia dengar langsung dari pihak terkait maupun lewat orang lain.
Beberapa ketidakberesan, menurut Henry, seperti mengenai kesemrawutan tata kelola di tubuh KPK, kemudian soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sampai mengangkat pengawai yang masih belum lepas dari institusi awal.
"Mengangkat anggota Polri yang belum lepas dari intitusinya. Padahal undang-undang mengatakan pengangkatan harus dapat persetujuan institusi asal, itu mereka tidak lakukan," ujar pria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.
(Baca juga: Di Forum Pansus, Mahfud MD Jelaskan Alasan KPK Tak Bisa Diawasi Angket)
Dalam penyelidikan, lanjut Henry, Pansus Angket KPK mengklaim menemukan kebenaran dari informasi soal adanya penyekapan terhadap saksi oleh KPK.
Namun, setelah kasus itu mencuat, lanjut Henry, KPK kemudian menyangkal melakukan penyekapan. Saksi tersebut, menurut KPK, ditempatkan di rumah aman (save house).
"Save house itu kewenangan LPSK. Yang bersangkutan sudah minta di bawah kewenangan LPSK, tapi enggak dikasih. Tapi di bawah ke ramah aman dengan borgol. Tidak lebih, tidak beda dengan tahanan," ujar Henry.
(Baca juga: Niko Panji Disebut Pernah Minta Perlindungan KPK Saat Jadi Saksi Akil)
Dia juga menuding KPK merekrut penyidik yang belum memenuhi kualifikasi atau belum sempurna melakukan penyidikan.
"Ini berbahaya. Kalau gitu kita semua boleh jadi penyidik, mau jadi apa negeri ini," ujar dia.
Keberadaan Pansus Angket KPK sendiri saat ini menjadi sorotan di internal DPR karena dianggap tidak memiliki tujuan yang jelas. Pansus pada awalnya dibentuk untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap mantan Anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani.
Sebab, dalam persidangan beberapa waktu lalu, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan Miryam, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Namun, kerja pansus dalam sepekan terakhir dianggap tidak sejalan dengan tujuan awal pembentukannya. Pansus kemudian malah mengundang sejumlah orang yang terlibat dalam kasus yang dianggap sudah berkekuatan hukum tetap.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, ketidakjelasan tujuan pansus itulah yang membuat Demokrat tidak mengirim perwakilan.
(Baca: Demokrat Sebut Kerja Pansus Angket KPK Makin Tak Jelas)
Sedangkan Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto menuturkan, kerja pansus saat ini mulai mengarah pada pelemahan KPK. Fraksi PAN pun mempertimbangkan untuk menarik perwakilannya.
(Baca: Pansus Angket Lemahkan KPK, PAN Akan Tarik Anggotanya)
Adapun Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa menuturkan, Partai Gerindra melihat ada potensi pembubaran KPK pada akhir kerja pansus. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan Gerindra yang telah menarik perwakilannya dari Pansus.
(Baca: Khawatir KPK Dibubarkan, Alasan Gerindra Keluar dari Pansus Angket)