JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat sudah sejak awal melihat arah dan tujuan panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak jelas. Hal itulah yang membuat Partai Demokrat tak mengirimkan perwakilannya.
"Justru itu lah makanya Demokrat enggak mau ikut karena ini kami melihat arahnya enggak jelas," ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Syarief pada awalnya mengomentari kesaksian mantan anak buah M Nazaruddin, Yulianis pada rapat pansus angket KPK, Senin (24/7/2017).
Yulianis menyampaikan, bahwa nama Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas telah disebut beberapa kali dalam persidangan kasus suap proyek pembangunan wisma atlet di Sumatera Selatan.
(Baca: Istana Jelaskan Dua Alasan Jokowi Tak Intervensi Pansus Angket KPK)
Yulianis membeberkan alasan mengapa Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu kerap tak tersentuh KPK. Alasannya, Ibas disebut dekat dengan mantan Pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Hal itu disampaikan oleh salah seorang penyidik KPK.
Menurut Syarief jika memang kesaksian Yulianis benar maka Ibas sudah dipanggil.
"Tapi ternyata ini kan tidak dipanggil-panggil berarti memang tidak ada bukti. Itu hanya kicauan-kicauan mereka saja," ucap Anggota Komisi I DPR itu.
Langkah pansus mengundang Yulianis dinilai menjadi salah satu contoh bahwa arah pansus tak jelas. Tujuan penyelidikan pansus sejak awal dianggap kerap berubah-ubah. Demokrat menilai, kerja pansus mengarah ke pelemahan KPK.
(Baca: Kini, Fadli Zon Anggap Kerja Pansus Angket KPK Tak Efektif)
"Itu kesimpulan kami demokrat bahwa itu untuk melemahkan KPK makanya kami enggak ikut," tuturnya.
Partai Gerindra menarik diri dari keanggotaan panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak disahkan pembentukannya, tujuh fraksi mengirimkan perwakilannya ke pansus, termasuk Gerindra.
Pembentukan pansus yang dinilai bermasalah menjadi salah satu alasannya. Selain itu, kerja Pansus juga dinilai sudah menyimpang dan mulai melemahkan KPK.