Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Teroris: Saya Berutang kepada Para Korban Teror...

Kompas.com - 24/07/2017, 07:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penampilan Kurnia Widodo tidak jauh berbeda dengan peserta diskusi yang memenuhi Graha Gus Dur di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017) sore.

Ia mengenakan kaus berwarna putih, bercelana bahan warna hitam, berpeci dan berkacamata. Pembawaannya tampak kalem, cara bicaranya pun tertata. Jauh dari kesan menyeramkan. Namun, siapa yang menyangka Kurnia adalah seorang mantan narapidana teroris. Spesialisasinya membuat dan merakit bom.

Sore itu, Kurnia menjadi salah satu narasumber acara diskusi bertajuk "Merawat Keindonesiaan: Tolak Radikalisme, Lawan Intoleransi" yang dinisiasi oleh organisasi Perempuan Bangsa.

Dia menceritakan pengalamannya saat bergabung dengan kelompok radikal. Kurnia mengaku mengenal ajaran radikalisme sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Seorang teman memberikannya banyak buku mengenai jihad dan ajaran Negara Islam Indonesia (NII).

Ketertarikannya dengan organisasi yang didirikan oleh Kartosoewirjo itu semakin bertambah saat menyadari apa yang ia baca berbeda dengan yang diajarkan selama ini. Keyakinan untuk menegakkan hukum Islam sebagai dasar negara Indonesia pun menguat.

(Baca: Khairul Ghazali, Mantan Teroris yang Tobat dan Mendirikan Pesantren)

"Kenapa saya tertarik, karena dalam sejarah nasional yang diajarkan di SD itu sangat berbeda sekali dengan apa yang saya baca dari buku-buku. Saya merasa ditipu selama ini. Sehingga saya tertarik dengan kelompok tersebut," ujar Kurnia.

Setelah lulus SMA pada 1992, Kurnia meneruskan pendidikanya ke jurusan teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). Dunia perkuliahan membuat Kurnia bertemu dengan banyak orang dari berbagai macam latar belakang, bahkan yang sepaham dengan dirinya.

Antara tahun 1993 dan 1994, Kurnia mendapat ide untuk belajar membuat dan merakit bom. Dia meyakini dalam menegakkan khilafah hanya bisa diwujudkan melalui jalan kekerasan dan perang.

Sebagian besar waktunya saat itu dihabiskan untuk membaca buku-buku di perpustakaan. Sampai suatu hari dia menemukan sebuah buku tentang cara membuat bahan peledak.

"Saya mendapat kesempatan belajar membuat bom sekitar tahun 1993 dan 1994, ternyata bikin bom tidak susah. Saya mendapat banyak referensi dari perpustakaan. Saya coba sampai berhasil," tuturnya.

Dari HTI ke MMI

Di Bandung, Kurnia sempat bergabung dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, karena perbedaan pandangan dalam cara memperjuangkan khilafah, dia pun memutuskan untuk keluar dari HTI setelah beberapa tahun.

Menurut Kurnia, cara-cara demonstrasi yang sering dilakukan HTI tidak cukup untuk mencapai tujuannya.

"Pikir saya saat itu saya kan punya keahlian membuat bom, untuk apa berdemonstrasi. Lagipula juga tidak didengarkan oleh pemerintah," kata dia.

Setelah lulus kuliah dan keluar dari HTI, Kurnia bergabung dengan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) sekitar tahun 2000.

(Baca: Mantan Teroris Tobat Setelah Berinteraksi dengan Korban Bom Bali)

MMI merupakan organisasi radikal yang dibentuk oleh Abu Bakar Ba'asyir. Organisasi tersebut masuk ke dalam daftar Specially Designated Global Terrorists (SDGTs) Milik Amerika Serikat. Jaringan kelompok teroris yang dikenal Kurnia semakin luas.

Bahkan Kurnia mengaku mengenal Aman Abdurrahman, pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Bahrun Naim yang dilaporkan pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS pada tahun 2014.

"Saat bergabung di MMI saya merasa terhubung dengan jihad global. Aman Abdurrahman sebagai tokoh panutan," ucap Kurnia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com