Alasan utama yang melatari aksi walkout tersebut karena enggan menyetujui angka presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional seperti yang diusulkan pemerintah dan enam partai pendukung pemerintah.
Lucius menyapaikan, walkout sah saja dalam rapat paripurna. Namun, ia melihat aksi tersebut terlihat lucu lantaran empat fraksi walkout karena seolah takut kalah dalam voting.
Mereka seolah menampilkan citra sedang memperjuangkan rakyat dengan membela presidential threshold 0 persen.
Namun, Lucius menilai, sikap tersebut justru menunjukkan ketidakjantanan mereka dalam mengakui kekalahan.
Jika memang sungguh-sungguh berjuang untuk kebenaran, mestinya kesungguhan tersebut sudah ditunjukkan sejak pembahasan di pansus.
Kalau perlu, walkout dilakukan sejak di tingkat pansus. Sebab, perdebatan soal presidential threshold sudah berlangsung sejak lama.
"Sebagai sebuah ekspresi tetap saja nampak lucu karena walkout dilakukan oleh fraksi yang dalam proses lobi sudah mengetahui akan kalah jika voting menjadi pilihan akhir," kata Lucius.
"Ketika itu baru diperlihatkan pada saat paripurna pengambilan keputusan maka motivasinya bisa jadi syarat dengan motif politik pencitraan saja," sambungnya.
Ketiga, saking semangatnya memperjuangkan kemenangan partai, parpol-parpol seolah tak lagi sensitif dengan isu-isu etis yang seharusnya menjadi pendidikan politik yang penting bagi publik.
Rapat pada awalnya dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon sebagai koordinator bidang politik, hukum dan keamanan.
Namun, Fadli bersama tiga pimpinan DPR lainnya ikut walkout bersama fraksi-fraksi mereka.
Novanto memang masih berstatus tersangka. Secara yuridis formil tak ada yang salah dengan hal itu.
Namun, kata Lucius, ada etik di atas hukum yang tertulis. Etik menunjukkan bagaimana menjaga harkat dan martabat DPR sebagai intitusi terhormat.
Apalagi, paripurna merupakan panggung pengambilan keputusan yang terkait dengan publik. Ratusan juta pasang mata menyaksikan hal itu.
"Dan betapa mereka akan kecewa ketika lembaga terhormat itu merasa tak ada masalah ketika dipimpin seorang tersangka," kata Lucius.
Tak berlebihan rasanya. Terlebih ketika palu resmi dialihkan dari Fadli ke Novanto, sejumlah anggota Dewan yang masih berada di dalam ruangan bertepuk tangan, bersorak sorai menyambut satu-satunya pimpinan DPR yang berasal dari partai pendukung pemerintah.