Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teroris Pengguna Telegram, Kasus Bom Thamrin hingga Penusukan Polisi di Masjid Falatehan

Kompas.com - 16/07/2017, 09:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, penggunaan aplikasi Telegram oleh kelompok teroris di Indonesia bukan lagi hal yang mengejutkan. Banyak teroris yang ditangkap mengakui bahwa komunikasi sesama anggota kelompok mereka dilakukan melalui aplikasi Telegram.

Salah satunya, digunakan dalam kasus teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Januari 2016 lalu.

"Sampai bom Kampung Melayu, terakhir di Falatehan, ternyata komunikasi yang mereka gunakan semuanya menggunakan Telegram," ujar Tito di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2016).

Kasus di Kampung Melayu, polisi menemukan adanya komunikasi langsung pelaku lewat Telegram dengan Bahrun Naim, simpatisan ISIS asal Indonesia yang kini berada di Suriah.

(Baca: Mengapa Aplikasi Telegram Disukai Teroris?)

Selain itu, dalam kasus penusukan polisi di Falatehan, pelaku bernama Mulyadi diketahui bergabung dengan grup radikal di Telegram. Dari aplikasi itulah ia terpapar paham radikal dan mulai merencanakan penyerangan ke polisi.

Contoh lainnya yakni pengibar bendera ISIS di Polsek Kebayoran Lama. Pelaku berinisial GOH diketahui mendapat pemahaman radikal melalui internet sejak 2015. Salah satunya dari grup media sosial dan aplikasi Telegram yang diberi nama, Manjanik, Ghuroba, UKK, dan Khilafah Islamiyah.

Tito mengakui bahwa aplikasi tersebut menjadi favorit kelompok teroris karena melindungi privasi penggunanya.

 

"Selama ini fitur telegram banyak keunggulan. Di antaranya mampu memuat sampai 10.000 member dan dienkripsi. Artinya sulit dideteksi," kata Tito.

(Baca: Netizen Gaungkan Petisi Tolak Pemblokiran Telegram)

Polri, kata Tito, telah membahas hal tersebut dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ia menganggap, pemblokiran Telegram merupakan salah satu solusi untuk memangkas saluran komunikasi kelompok teroris di Indonesia.

"Nanti kita lihat apakah jaringan teror gunakan saluran komunikasi lain. Kita juga ingin liat dampaknya," kata Tito.

Tak hanya di Indonesia, Telegram juga kerap digunakan teroris di luar negeri. Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) menyebut ll orang-orang yang berada di belakang aksi pengeboman di stasiun metro Saint Petersburg, Rusia, menggunakan aplikasi itu untuk berkomunikasi.

FSB menyebut, kelompok teroris itu menggunakan aplikasi tersebut saat tahap persiapan serangan teroris.

(Baca: Ini Alasan Pemerintah Blokir Telegram)

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com