Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Yusril terhadap Ketentuan Pidana dalam Perppu Ormas

Kompas.com - 14/07/2017, 11:30 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan ketentuan pidana dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan.

"Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi belum pernah ada, kecuali di zaman Presiden Jokowi ini," kata Yusril dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (14/7/2017).

Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 82A Ayat (2) dan Ayat (3) Perppu 2/2017. Sanksi pidana dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Hukuman pidananya mulai dari seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

(Baca: Anggota Ormas Anarkistis dan Anti-Pancasila Bisa Dipenjara)

Selain itu, anggota ormas anti-Pancasila dapat pula dikenai dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan seperti ini sebelumnya tidak ada dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

"Terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orla seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal zaman Orba, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila, itu tidak pernah ada," ucap Yusril.

Yusril pun mengingatkan bahwa patokan suatu ormas dikategorikan anti-Pancasila atau tidak, dalam Perppu ini, sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah.

Jika pemerintah menganggap suatu ormas anti-Pancasila sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Ayat (4) Huruf c dalam Perppu ini, maka Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM bisa melakukan pencabutan badan hukum. Ini berbeda dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 yang mengatur pembubaran ormas melalui pengadilan.

Yusril pun mengingatkan bahwa perppu ini lahir bukan hanya untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), namun juga bisa terus digunakan pemerintah untuk membubarkan ormas lainnya.

"Ini adalah ciri pemerintahan otoriter. Dalam praktiknya nanti, Presiden bisa secara diam-diam memerintahkan Menkumham untuk membubarkan ormas, tanpa Menkumham bisa menolak kemauan Presiden," ujar kuasa hukum HTI ini.

Yusril pun meminta pihak yang antusias dengan lahirnya perppu karena mengira sebagai dasar hukum pembubaran HTI atau ormas radikal, untuk hati-hati dalam mengambil sikap.

Sebab, dengan Perpu ini, ormas mana pun dapat dibidik. Yusril menilai, bisa saja diciptakan opini negatif, lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas anti-Pancasila untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh pemerintah.

"Ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, justru harus bersatu melawan kehadiran perppu yang bersifat otoriter ini, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional," ucap Yusril

"Kepada partai-partai politik yang punya wakil di DPR, saya berharap mereka akan bersikap kritis terhadap perppu ini. Telaah dengan mendalam isi beserta implikasi-implikasinya jika Perpu ini disahkan DPR menjadi undang-undang," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com