Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai Aparat Pengawas Daerah Tidak Berdaya

Kompas.com - 21/06/2017, 18:03 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai, kasus korupsi di sejumlah daerah terjadi karena Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak diberdayakan.

Terakhir, kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti terkait proyek pembangunan jalan.

"Kami melihat bahwa banyaknya korupsi di daerah dan yang melibatkan pejabat maupun kepala daerah itu karena kita melihat fungsi dari APIP itu tidak optimal diberdayakan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (21/6/2017).

(baca: Kronologi Suap Terhadap Gubernur Bengkulu)

Dalam jumpa pers tersebut, ikut hadir Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Alex mengatakan, kendala selama ini, APIP diangkat dan bertanggung jawab kepada kepala daerahnya.

Mereka kerap merasa tidak independen ketika melakukan pengawasan kepada kepala daerahnya.

 

(baca: Ridwan Mukti Pernah Minta KPK Mengawasi agar Bengkulu Bebas Korupsi)

Anggaran untuk APIP juga tidak cukup. Kompetensi APIP, lanjut Alex, juga menjadi persoalan, termasuk masalah kapasitas maupun jumlahnya.

"Kita sudah berbicara dengan Kemendagri maupun Kemenpan RB untuk penguatan APIP itu," ujar Alex.

Provinsi Bengkulu termasuk yang didorong KPK untuk menerapkan penguatan APIP. Selain penguatan APIP, sistem e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-ptsp, juga didorong KPK untuk diterapkan di Bengkulu.

"Terkait dengan kejadian di Bengkulu ini juga seharusnya menjadi pelajaran bagi pejabat daerah lainnya agar dalam mengelola anggaran daerah lebih profesional, lebih mentaati aturan, dan menjaga integritas," ujar Alex.

(baca: Kasus Gubernur Bengkulu, KPK Sita Rp 1 M dari Komitmen Fee Rp 4,7 M)

Menurut Alex, masalah pengadaan barang dan jasa di daerah masih menjadi pusaran korupsi bagi pejabat daerah. Karena itu, Penguatan APIP dan proses pengadaan barang serta jasa menjadi penting.

KPK mendorong juga agar sistem seperti e-procurement diterapkan di daerah lain. Hal tersebut untuk menghindari pertemuan langsung antara pengusaha dan pejabat panitia lelang atau pejabat unit layanan pengadaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com