JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai, kasus korupsi di sejumlah daerah terjadi karena Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak diberdayakan.
Terakhir, kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti terkait proyek pembangunan jalan.
"Kami melihat bahwa banyaknya korupsi di daerah dan yang melibatkan pejabat maupun kepala daerah itu karena kita melihat fungsi dari APIP itu tidak optimal diberdayakan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
(baca: Kronologi Suap Terhadap Gubernur Bengkulu)
Dalam jumpa pers tersebut, ikut hadir Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Alex mengatakan, kendala selama ini, APIP diangkat dan bertanggung jawab kepada kepala daerahnya.
Mereka kerap merasa tidak independen ketika melakukan pengawasan kepada kepala daerahnya.
(baca: Ridwan Mukti Pernah Minta KPK Mengawasi agar Bengkulu Bebas Korupsi)
Anggaran untuk APIP juga tidak cukup. Kompetensi APIP, lanjut Alex, juga menjadi persoalan, termasuk masalah kapasitas maupun jumlahnya.
"Kita sudah berbicara dengan Kemendagri maupun Kemenpan RB untuk penguatan APIP itu," ujar Alex.
Provinsi Bengkulu termasuk yang didorong KPK untuk menerapkan penguatan APIP. Selain penguatan APIP, sistem e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-ptsp, juga didorong KPK untuk diterapkan di Bengkulu.
"Terkait dengan kejadian di Bengkulu ini juga seharusnya menjadi pelajaran bagi pejabat daerah lainnya agar dalam mengelola anggaran daerah lebih profesional, lebih mentaati aturan, dan menjaga integritas," ujar Alex.
(baca: Kasus Gubernur Bengkulu, KPK Sita Rp 1 M dari Komitmen Fee Rp 4,7 M)
Menurut Alex, masalah pengadaan barang dan jasa di daerah masih menjadi pusaran korupsi bagi pejabat daerah. Karena itu, Penguatan APIP dan proses pengadaan barang serta jasa menjadi penting.
KPK mendorong juga agar sistem seperti e-procurement diterapkan di daerah lain. Hal tersebut untuk menghindari pertemuan langsung antara pengusaha dan pejabat panitia lelang atau pejabat unit layanan pengadaan.
Sebab, pertemuan langsung berpotensi memunculkan korupsi.
"Kita melihat itu sering menjadi ajang proses negosiasi," ujar Alex.
Mendagri protes
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya memprotes KPK yang terlalu sibuk mengurusi kasus-kasus korupsi kecil di daerah.
(baca: Mendagri: Saya Protes KPK, Kenapa Urusan Rp 5-10 Juta Turun Tangan?)
Menurut Tjahjo, seharusnya KPK lebih fokus pada korupsi-korupsi berskala besar.
"Saya protes ke KPK, kenapa urusan Rp 5 juta-10 juta di kabupaten, KPK turun tangan?" kata Tjahjo, saat berpidato dalam acara pemberian penghargaan ke 21 Kepala Daerah berprestasi, di Jakarta, Kamis (15/7/2017).
Tjahjo mengatakan, dengan gerak KPK yang masuk ke kasus-kasus kecil di daerah, maka peran inspektorat daerah dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menjadi tidak optimal.
"Padahal, yang kami sedang garap peran inspektorat daerah dan APIP," keluh politisi PDI-P ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.