Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Komisi III Heran Kapolri Tak Mau Bantu Panggil Paksa Miryam

Kompas.com - 20/06/2017, 10:18 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengaku heran dengan sikap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang enggan membantu memanggil paksa mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani ke Pansus Hak Angket KPK.

"Jujur saya agak surprise mendengar statement Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang menilai bahwa UU MD3 khususnya tentang pelaksanaan panggil paksa itu tidak jelas hukum acaranya dan bahkan dikatakan tidak ada cantelannya di dalam KUHP," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Selasa (20/6/2017).

Menurut Bambang, rumusan Pasal 204 dan 205 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang memuat aturan tentang pemanggilan paksa dibuat atas permintaan mantan Kapolri Jenderal Pol Sutarman.

(baca: Lewat Surat, KPK Beri Alasan Tolak Hadirkan Miryam di Pansus Angket)

Dengan rumusan pasal tersebut, Sutarman saat itu menilai sudah cukup bagi Polri untuk melaksanakan perintah DPR dan tak perlu diatur lebih rinci.

"Itu dikemukakan Polri untuk menjawab permintaan anggota pansus RUU MD3 dari Demokrat Benny K Harman agar pasal tentang masalah pemanggilan paksa diatur secara tegas dalam UU MD3," tutur Politisi Partai Golkar itu.

Bambang yang juga merupakan anggota pansus hak angket KPK menambahkan, pasal 204 sudah mengatur tegas dan jelas terkait pemanggilan paksa tersebut.

(baca: Fahri: Jangankan Miryam, Presiden Pun Bisa Dipanggil Pansus Angket)

Bahkan, hingga anggaran yang dibebankan pada DPR.

Pasal 205, menurut dia, juga sudah tegas dan jelas memberikan hak dan kewenangan kepada pihak berwajib, dalam hal ini Polri, untuk dapat melakukan penyanderaan paling lama 15 hari atas permintaan DPR.

"Nah, kalau sekarang Polri tiba-tiba menolak, masa DPR harus minta bantuan Kopassus atau TNI sementara di UU-nya jelas, itu tugas Polri," tuturnya.

(baca: Kapolri Tak Akan Bawa Miryam ke Pansus Angket KPK, Ini Alasannya)

Tito sebelumnya mengakui bahwa dalam UU MD3 diatur hak DPR meminta bantuan polisi. Namun, kata Tito, hukum acara dalam UU itu tidak jelas.

Tito tak memungkiri, beberapa kali dalam kasus terdahulu, Polri memenuhi permintaan pansus untuk menghadirkan paksa seseorang yang mangkir dari panggilan di DPR.

Namun, kata Tito, upaya menghadirkan paksa seseorang sama saja dengan perintah membawa atau penangkapan.

"Penangkapan dan penahanan dilakukan secara pro justicia untuk peradilan. Sehingga di sini terjadi kerancuan hukum," kata Tito.

"Kalau ada permintaan dari DPR untuk hadirkan paksa, kemungkinan besar Polri tidak bisa karena ada hambatan hukum. Hukum acara tidak jelas," ucap dia.

Tito mempersilakan jika ahli hukum perpendapat lain soal itu. Ia juga mempersilakan DPR meminta fatwa dari Mahkamah Agung agar lebih jelas soal tafsir undang-undang tersebut.

"Yang jelas polisi anggap hukum acara tidak jelas, itu sudah termasuk upaya paksa. Upaya paksa kepolisian selalu dalam koridor pro justicia," kata Tito.

Kompas TV Pansus Angket KPK akan Panggil Miryam S. Haryani
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com