JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI melakukan investigasi ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di sejumlah daerah.
Komisioner Ombudsman RI, Ninik Rahayu mengatakan, investigasi ini dilakukan karena banyaknya laporan terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi dan dilaporkan ke lembaga pelayanan publik tersebut.
Sebanyak 14 laporan yang diterima Ombudsman mengindikasikan adanya maladministrasi dalam proses pengaduan tindak KDRT tersebut.
"Berangkat dari banyaknya permasalahan mengenai KDRT, Ombudsman berinisiatif melakukan investigasi atas prakarsa sendiri yang telah dilaksanakan mulai 2016 di beberapa kota di Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan," kata Ninik di Ombudsman, Jakarta, Senin (19/6/2017).
Hasil investigasi, lanjut Ninik, Ombudsman menemukan adanya petugas yang tidak punya latar belakang psikologi, sehingga tidak ada layanan lanjutan dari laporan yang disampaikan.
Kemudian, waktu untuk melaporkan adanya KDRT hanya bisa dilakukan sejak pagi hingga sore hari karena P2TP2A hanya buka sesuai jam kerja. Sedianya, meskipun kantor tutup namun masyarakat tetap bisa melakukan pelaporan.
"Ditemukan juga beberapa kantor yang belum punya rumah aman atau rumah singgah, ruang tindakan, rawat inap. Bahkan masih ada yang belum punya gedung kantor atau ruangan, sehingga menumpang di kantor pemerintah daerah," kata Ninik.
Ia melanjutkan, kondisi kantor juga tidak menjamin keamanan dan kenyamanan, sehingga masyarakat enggan melapor meski ada tindak KDRT.
Selain itu, di beberapa daerah diketahui bahwa koordinasi antara P2TP2A dan unit PPA, serta rumah sakit pemda setempat kurang optimal.
(Baca juga: Ibu Kota Masih Rentan KDRT)
Atas hasil investigasi itu, Ombudsman menyarankan agar kepolisian membentuk unit PPA di seluruh Polda dan Polres serta melakukan monitoring penanganan pengaduan pada unit PPA tersebut.
Kemudian, sedianya pemerintah membuat peraturan perundang-undangan mengenau P2TP2A dengan tugas dan kewenangan serta sumber dana.
"Kondisi saat ini, P2TP2A diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing dan tidak terdapat ketersediaan anggaran yang jelas," kata Ninik.
Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) perlu melakukan penyamaan persepsi, perumusan variabel data dan pemutakhiran sistem pendataan kasus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.