Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hemas dan Farouk Dapat Dukungan dari Koalisi LSM

Kompas.com - 04/05/2017, 18:11 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua DPD GKR Hemas tampak tersenyum saat menyimak aspirasi yang disampaikan tamunya, Kamis (4/5/2017). 

Hemas menerima audiensi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegak Citra Parlemen yang terdiri dari sejumlah LSM, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Kode inisiatif, dan lainnya.

 

Selain Hemas, dalam audiensi yang digelar di Press Room Gedung DPD tersebut, hadir pula mantan Wakil Ketua DPD lainnya Farouk Muhammad.

Adapun audiensi dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi agar konflik di internal DPD dapat segera terselesaikan dengan tanpa mengabaikan penghormatan terhadap aturan dan ketetapan hukum yang berlaku.

"Demi melindungi konstitusi UU 1945, marwah putusan MA maka kami ingin menyampaikan aspirasi agar pimpinan DPD dan anggota DPD yang merasa perlu menegakan putusan MA terus berjuang, jangan khawatir, kami masyarakat terus mensupport," kata Pakar Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.

(Baca: Legalitas Pimpinan DPD)

Pemilihan Pimpinan DPD dinilai tidak sesuai dengan putusan MA. MA telah menerbitkan putusan membatalkan Tata Tertib DPD Nomor 1/2016 dan 1/2017 yang mencantumkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.

Sehingga, tata tertib yang berlaku adalah tata tertib lama yang memuat ketentuan masa jabatan pimpinan DPD sesuai dengan masa jabatan anggota DPD, yakni lima tahun.

Namun, pemilihan tiga pimpinan baru tetap dilakukan. Oesman Sapta Odang pada akhirnya mengucap sumpah sebagai Ketua baru DPD.

Peristiwa tersebut memunculkan pergesekan di internal DPD sebab Hemas dan Farouk sebagai pimpinan DPD lama menganggap pemilihan pimpinan baru tersebut tidak sah.

Posisi Oesman Sapta yang juga sebagai Ketua Umum Partai Hanura juga memunculkan kontroversi lain.

Sebab, Anggota DPD merupakan wakil daerah yang idealnya tak berafiliasi dengan partai politik.

"Kalau kita melihat bahwa DPD sebagian besar merubah haluan sebagai wakil parpol, dapat kita simpulkan ini menyalahi maksud dari konstitusi itu sendiri," kata Pakar Tata Hukum negara Universitas Gadjah Mada yang juga Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi dan Pusat Konsultasi Bantuan Hukum UGM Oce Madril.

(Baca: "Percuma Kalau DPD Diperkuat tetapi Hanya Sibuk Berkonflik")

Adapun Peneliti Formappi Lucius Karus menilai pemilihan Pimpinan DPD baru tidak sah dan cacat hukum.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com