Hak angket terkait kenaikan harga BBM itu sempat membuat popularitas Presiden dua periode itu anjlok.
Sama seperti situasi saat ini, aktor utama hak angket saat itu juga merupakan partai pendukung pemerintah.
"Ini penyakit. Memang seperti itu. (Situasi saat ini) Enggak ada beda antara Pak SBY dua periode itu yang juga mengalami hal yang sama. Ini bukan hal yang pertama, bukan hanya dialami Pak Jokowi," kata Siti, saat dihubungi, Selasa (2/5/2017) malam.
"Enggak kurang-kurang Pak SBY sudah mengakomodasi kepentingan partai-partai tapi nyatanya kebijakan Pak SBY mau naikkan BBM saja susahnya setengah mati," lanjut dia.
(Baca: Drama Rapat Paripurna DPR Loloskan Hak Angket KPK...)
Pertama, kata Siti, harus dilihat apa tujuan utama hak angket itu bergulir.
Bisa jadi ada perasaan terancam di antara anggota-anggota fraksi terkait munculnya kasus dugaan korupsi e-KTP yang membuat mereka melakukan langkah spontan, yakni "memperkarakan KPK".
Siti menilai, sikap "balik badan" partai ini biasanya dilakukan setelah melakukan hitungan politik jangka pendek, menengah maupun panjang.
Hal ini yang terkadang membuat ikatan antar-partai menjadi tak lagi solid, melonggar atau bahkan putus.
"Mengapa di tengah jalan (balik badan), pasti ada hitung-hitungan politiknya, pertimbangan-pertimbangan yang lalu ternyata membuat dirinya tidak untung," ujar Siti.
Partai-partai, menurut Siti, belum terbiasa berpikir visioner dan jangka panjang untuk kepentingan negara seperti para pendiri bangsa.
"Mereka (partai) takut kepada dukungan yang tidak akan mereka peroleh ketika mereka melakukan, membuat suatu investasi-investasi politik yang negatif," tutur Siti.
Muaranya adalah Pemilu 2019.
Belajar dari situasi di masa lalu, partai pemenang pemilu saat ini belum tentu jaya di pemilu berikutnya.
"Mereka masih fresh ketika Bu Mega (Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri) menjadi Presiden, apa yang terjadi? Pemilu 2014 kalah. Padahal Pemilu 1999 menang. Ketika Pak SBY luar biasa sampai dua periode 2014 Demokrat kalah," ujar Siti.
"Jadi apakah PDI-P akan menang di 2019? Tidak ada yang tahu," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.