JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengirim surat presiden (surpres) mengenai Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Jokowi secara resmi menugaskan menterinya untuk membahas RUU ini bersama-sama DPR.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mempertanyakan sikap Jokowi tersebut.
Pasalnya, pada Rabu (15/3/2017) lalu, pemerintah memastikan tidak akan menerbitkan surpres.
"Bahwa Presiden telah berbuat tidak konsisten, baik secara prosedural dan atau secara substansi," kata Tulus melalui keterangan tertulis, Rabu (22/3/2017).
(baca: Sempat Menolak, Jokowi Kini Terbitkan Supres untuk Bahas RUU Pertembakauan)
Menurut Tulus, dengan menerbitkan surpres, Jokowi mengingkari janjinya dalam Nawacita poin ke lima untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang mengedepankan kesehatan dan kesejahteraan.
"Presiden justru tidak mendengarkan aspirasi publik yang meluas yang menolak RUU Pertembakauan, baik dari kalangan kesehatan, perlindungan konsumen, anak-anak, perempuan dan bahkan media masa," kata dia.
"Bahkan, Presiden tidak menghargai kementerian teknis, yang mayoritas juga menolak RUU Pertembakauan," tambah Ketua Bidang Hukum, Advokasi, Komunikasi, dan Media Komnas Pengendalian Tembakau itu.
Selain itu, Tulus menyebut, Jokowi telah terperangkap dalam jebakan industri rokok. Ia menilai, misi utama RUU Pertembakauan adalah meningkatkan produksi rokok.
"Ingat, inisiator RUU Pertembakauan adalah industri rokok asing. Sasaran produksi adalah anak dan remaja. Keluarnya surpres presiden berniat menggadaikan masa depan mereka demi industri rokok," ucap Tulus.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, perubahan sikap pemerintah dalam mengeluarkan surpres terjadi setelah adanya pembicaraan antara perwakilan pemerintah dan DPR pada Senin (20/3/2017).
Pemerintah diwakili Yasonna, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Deputi Perundang-undangan Sekretariat Negara menemui pimpinan Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo.
Dalam pertemuan itu, pihak DPR menyatakan tidak bersedia menarik RUU Pertembakauan yang sudah diusulkan ke pemerintah.
Karena hal itu lah, lanjut Yasonna, pemerintah pun mau tidak mau harus mengirimkan surpres, sebagaimana yang diatur dalam UU.
"Ya itu kan kalau (Presiden) tidak mengirim surpres berarti harus DPR yang menarik. Itu mekanisme perundang-undangan. Nah oleh karenanya kita mengambil pendekatan yang kedua, kita kirim (surpres)," kata Yasonna.
Namun Yasonna menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan menyetujui substansi yang ada di RUU Pertembakauan.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan, RUU inisiatif DPR tidak bisa ditolak oleh Presiden. Sebab, DPR dan lembaga kepresidenan kedudukannya setara.
"Ini sekaligus sebagai konfirmasi karena ada sebuah statement dalam rapat-rapat pemerintah yang menyampaikan undang-undang yang diinisiasi DPR ada invisible hand. Itu tidak tepat," tutur Firman.
"Ada mekanisme yang diawali oleh prolegnas (program legislasi nasional), dibentuk panja (panitia kerja) dan dihadiri pemerintah juga," ucap politisi Partai Golkar itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.